Wednesday, March 26, 2014

fatwa kedustaan firanda oleh syaikh abdulloh bin abdurrohim al bukhori

Tentang kedustaan Firanda, telah kami jelaskan
sebelumnya bahwa yang menghukumi dustanya Firanda
bukanlah seorang ustadz yang berasal dari Indonesia,
namun seorang Syaikh dari kota Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam yang masyhur yang sangat dikenal kiprahnya
dalam dakwah salafiyah, yaitu Syaikh: Abdulloh Bin
Abdurrohim Al-Bukhari Hafizhahullah Ta’ala.
Beliau benar- benar mengetahui akhlak Firanda yang
sangat buruk ini, sebab beliau yang menghadapinya
secara langsung tentang fitnah keji yang dia sebarkan
olehnya. Berikut ini fatwa Beliau:
..... ﻋﻨﺪﻛﻢ ﻓﺘﻨﺔ ﻭﻋﻨﺪﻧﺎ ﻣﺎ ﻓﻴﻪ ﻓﺘﻨﺔ ﺃﻳﻀﺎ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﻓﺘﻨﺔ ﻧﺤﻦ ﺃﻳﻀﺎ ﻭﻓﺘﻦ ﺃﻛﺜﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﻲ
ﻋﻨﺪﻛﻢ ﺇﺫﺍ ﻧﺒﻐﻰ ﻧﻤﺸﻲ ﻭﺭﺍﺀ ﻛﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻦ ﻫﺆﻻﺀ ﻛﻠﻤﺎ ﺗﻔﻮﻩ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻦ ﻫﺆﻻﺀ
ﺍﻟﻤﺠﺮﻣﻮﻥ ﻣﺎ ﺃﻛﺜﺮﻫﻢ ﻻ ﻛﺜﺮﻫﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺎ ﻧﺪﺭﺱ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻭﻻ ﻧﺆﻟﻒ ﻭﻻ ﻧﻜﺘﺐ ﻭﻻ ﻧﻌﻠﻢ ﻭﻻ
ﻧﻨﺸﺮ ﺩﻳﻨﺎ
ﻣﻦ ﺃﻓﺠﺮﻫﻢ ﺍﻻﻥ ﻭﺃﺧﺒﺜﻬﻢ ﻭﺃﻛﺬﺑﻬﻢ ﺍﻵﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﺒﻴﺚ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺴﻤﻰ ﻓﻴﺮﻧﺪﺍ ﺍﻷﻧﺪﻭﻧﻴﺴﻲ
ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﺒﻴﺚ, ﺃﻳﻮﻯ ﺍﻟﻜﺬﺍﺏ ﻫﺬﺍ ﺍﻷﺷﺮ ﻳﻤﺸﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﻋﻨﺪ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻄﻠﺒﺔ ﻭﺑﻴﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ
ﻳﺸﻮﺵ ﻭﺃﻥ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻢ ﻳﺒﻖ ﺃﺣﺪﺍ ﻳﺘﻜﻠﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻤﻴﻊ ﻭﻳﺘﻜﻠﻢ ﻓﻲ ﻛﺬﺍ ﻭﻳﺘﻜﻠﻢ ﻓﻲ
ﺍﻟﺸﻴﺦ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩ ﻭﺍﺑﻨﻪ ﻭﻣﺎ ﺃﺩﺭﻱ ﻣﻦ, ﻷﻧﻪ ﻟﻤﺎ ﺟﺎﺅﻭﻧﻲ ﻫﻨﺎ ﻭﻣﻦ ﻣﻌﻪ ﻣﻦ ﺃﺗﺒﺎﻉ ﻋﻠﻲ
ﻣﺼﺮﻱ ﻭﺗﻜﻠﻤﺖ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻭﻋﻠﻰ ﺳﻔﻬﻬﻢ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺴﻔﻴﻪ ﺍﻷﺭﻋﻦ ﻋﻠﻲ ﻣﺼﺮﻱ ﻭﻣﻮﻗﻔﻪ ﺍﻟﻌﺎﻡ
ﺍﻟﻤﺎﺿﻲ ﺍﻟﺬﻱ ﻛﺎﻥ ﻭﻟﻤﺖ ﻫﺬﺍ ﻓﻴﺮﻧﺪﺍ ﻋﻠﻰ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﻋﻦ ﺇﺣﻴﺎﺀ ﺍﻟﺘﺮﺍﺙ ﻭﺧﺒﺚ ﺇﺣﻴﺎﺀ ﺍﻟﺘﺮﺍﺙ
ﻭﺑﻴﻨﺖ ﻟﻬﻢ ﻣﻦ ﻫﻲ ﺇﺣﻴﺎﺀ ﺍﻟﺘﺮﺍﺙ
ﻗﺎﻟﻮﺍ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻳﺎ ﺷﻴﺦ ﻣﺎ ﻧﺪﺭﻱ ﻣﺎ ﻧﺪﺭﻱ ﺃﻳﺶ ﺟﺰﺍﻙ ﺍﻟﻠﻪ ﺧﻴﺮﺍ ﻗﺪ ﺑﻴﻨﺖ ﻗﻠﺖ : ﻫﺎ ﺍﻵﻥ
ﺑﻴﻨﺖ ﻣﺎﺫﺍ ﺳﺘﻔﻌﻞ ﺍﻵﻥ؟ ﻃﺒﻌﺎ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺧﺮﺝ ﻣﻦ ﻋﻨﺪﻱ ﻭﺧﻼﺹ ﻣﺎ ﻫﻮ ﻋﺎﺭﻑ ﻛﻴﻒ
ﻳﻔﻌﻞ ﻳﺘﺼﺮﻑ , ﺑﺪﺃ ﻳﺸﻴﻊ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻜﺬﺏ ﻭﻫﺬﺍ ﺍﻟﻔﺠﻮﺭ ﻭﺍﻟﺨﺒﺚ, ﺑﻞ ﺇﺧﻮﺍﻧﻪ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻛﺎﻧﻮﺍ
ﻣﻌﻪ ﻣﻨﻬﻢ ﻧﻮﺭ ﺇﺣﺴﺎﻥ ﻭﻣﻦ ﻣﻌﻪ ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﻳﺎ ﺷﻴﺦ ﻣﺎ ﻓﻬﻤﻨﺎ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﻣﻨﻚ ﻭﺃﻧﺖ ﺗﻌﻠﻢ
ﺃﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺧﺒﻴﺚ ﻛﺬﺍﺏ ﻓﺎﺟﺮ ﻳﻔﺠﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﺬﺏ ﻛﻤﺎﻥ ﻓﻨﺤﻦ ﺑﺎﺭﻙ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻴﻚ ﻛﻞ ﻳﻮﻡ
ﻧﺤﻦ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﻓﺘﺔ ﻭﻛﻞ ﻳﻮﻡ ﻋﻨﺪﻧﺎ ﻃﻼﺏ ﻓﺘﻨﺔ ﻟﻮ ﺃﻧﻨﺎ ﻧﻨﺸﻐﻞ ﺑﻬﺆﻻﺀ ﻣﺎ ﺩﻋﻮﻧﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻭﻣﺎ
ﺩﺭﺳﻨﺎ ﻭﻣﺎ ﻋﻠﻤﻨﺎ ﻳﺎ ﺃﺧﻲ ﺍﺗﺮﻛﻮﻩ ....
) ﺷﺮﻳﻂ ﻣﻔﺮﻍ )
Terjemahan :
“Ditempat kalian terjadi fitnah, apakah ditempat kami
tidak terjadi fitnah? Kami juga mengalami fitnah, bahkan
fitnah yang lebih banyak dibanding kalian, kalau kita terus
berjalan dibelakang setiap mereka, yakni setiap orang dari
mereka para pelaku kejahatan berbicara, dan jumlah
mereka sungguh banyak –semoga Allah tidak menambah
lagi jumlah mereka menyebabkan kita tidak lagi mengajar
manusia, tidak lagi membuat karya ilmiah, tidak lagi
menulis, tidak lagi mengajar dan menyebarkan agama.
termasuk orang yang paling fajir diantara mereka (ahli
fitnah). paling buruk dan pendusta sekarang ini adalah si
jahat yang dikenal dengan nama Firanda yang berasal
dari Indonesia. Si jahat dan pendusta besar ini berjalan di
kota Madinah mendatangi sebagian para pelajar dan
sebagian orang, dan membuat kisruh bahwa Syaikh
Abdullah (al-Bukhari) tidak menyisakan satupun,
semuanya dikritik, dia mengkritisi si fulan, mengkritisi
Syaikh al-Abbad dan anaknya dan saya tidak tahu siapa
lagi, sebab ketika mereka datang kepadaku, dia bersama
yang lain dari pengikutnya Ali Musri dan aku
membicarakan mereka dan kebodohan mereka, si bodoh
yang ngawur Ali Musri dan sikap dia pada tahun yang
lalu. Dan aku mencela Firanda atas bukunya yang
berbicara tentang Ihya At-Turats, Aku jelaskan
kebobrokan Ihya At-Turats dan memaparkan kepada
mereka siapa itu Ihya At-Turats. mereka berkata: Demi
Allah wahai Syekh, kami benar-benar tidak tahu,
jazakallah khaer engkau telah menjelaskannya. Maka
saya berkata : nah, sekarang aku telah menjelaskan, apa
yang akan kamu lakukan sekarang? Tentunya orang ini
(maksudnya Firanda,pen) dia keluar dari kediamanku
dalam keadaan dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan
dan perbuat setelah menyebarkan kedustaan, kefajiran
dan kejahatan ini. Bahkan teman-temannya yang ketika
itu bersamanya, diantara mereka Nur Ihsan dan yang
bersamanya, mereka berkata: wahai syaikh, kami tidak
memahami ucapanmu ini dengan pemahaman itu, dan
engkau telah mengetahui bahwa orang ini (maksud
mereka Firanda,pen) jahat dan pendusta,fajir, bahkan
kelewat batas dalam berdusta pula. Maka kita semoga
Allah memberkatimu- setiap hari kami menghadapi fitnah,
dan setiap hari kami menghadapi para pencari fitnah.
Kalau sekiranya kita menyibukkan diri dengan mereka,
kita tidak akan mendakwahi manusia, tidak mengajar
lagi, ya akhi, tinggalkan mereka…

Kunjungi situs kami di www.tunas-tauhid.blogspot.com

Saturday, March 15, 2014

jadwal taklim salaf / ahlussunnah provinsi bengkulu

JADWAL TAKLIM SALAFY / AHLUSSUNNAH
PROVINSI BENGKULU 

بسم الله الرحمن الرحيم

Kota Bengkulu
>Tempat : Musholla Shelter Universitas. Bengkulu
Alamat : Kelurahan kandang Limun, Universitas Bengkulu
Daftar Ustadz :
1. Sebtu Malam Minggu = Ustadz Abu Jaabir hafidzahulloh.
2. Minggu Sore Ba'da Ashar = Ustadz Abdul Aziz asy-syihiri hafidzahulloh

>Tempat : Masjid Al-Muhajirin Unib Depan
Alamat : Kelurahan Budi Utomo, depan Universitas Bengkulu
Daftar Ustadz : Ahad ke 3 Setiap Bulan = Ustadz Zuhair Syarif hafidzahulloh.

>Tempat : Masjid Smp N 18 Kota Bengkulu
Alamat : Lingkar Barat depan Polsek Lingkar Barat, Kota Bengkulu
Daftar Ustadz : Senin Malam Selasa = Ustadz Abu jaabir hafidzahulloh.

>Tempat : Masjid Al Ikhlas
Alamat : Lingkar Barat, Dekat Universitas Terbuka Kota Bengkulu
Daftar Ustadz : Rabu Malam Kamis = Ustadz Abdul Aziz asy-syihiri hafidzahulloh.

Kabupaten Rejang Lebong (Curup)
>Tempat : Masjid Agung Curup
Alamat : Jl Sukowati, Curup Kota
Daftar Ustadz : Jum'at Malam Sabtu = Ustadz Abu Jaabir hafidzahulloh.

Kabupaten Muko-Muko
>Tempat: Masjid Desa Air Hitam Muko-Muko
Waktu : Jum’at pekan kedua , 18.30 – 20.00 WIB
Pengajar : Al Ustadz Abu Muhammad Zuhair Syarif hafidzahulloh.

Kabupaten bengkulu utara
>Tempat : Masjid Miftahul Huda
Alamat : Desa Marga Sakti Unit I Kec. Padang Jaya
Waktu : Kamis, 18.30 – 20.00 WIB
Pengajar : Al Ustadz Abu Muhammad Zuhair Syarif hafidzahulloh.

>Tempat : Masjid Solo
Alamat : Unit IV Kec. Padang Jaya
Waktu : Jum’at, 18.30 – 20.00 WIB
Pengajar : Al Ustadz Abu Muhammad Zuhair Syarif hafidzahulloh.

>Tempat : Masjid Al Kautsar
Alamat : Rama Agung Kota Arga Makmur
Waktu : Selasa, 18.30 – 20.00 WIB
Pengajar : Ustadz Abdurrahman al madinah hafidzahulloh.

>Tempat : Masjid Al Kautsar
Alamat : Rama Agung Kota Arga Makmur
Waktu : Selasa Ahad ke-1, 18.30 – 20.00 WIB
Pengajar : Al Ustadz Abu Muhammad Zuhair Syarif hafidzahulloh.

>Tempat : Desa Marga Sakti Unit I (Di rumah ustadz)
Waktu : Senin dan Rabu, 17.00 –18.00 WIB
Pengajar : Al Ustadz Abu Muhammad Zuhair Syarif hafidzahulloh.
Peserta : akhwat dan ummahat

>Tempat : Ma'had Tarbiyah Al Islamiyah Qowamussunnah
Alamat : Jalan tanah Hitam Padang Jaya, Bengkulu Utara
Daftar Ustadz : Ustadz Abu Muhammad Zuhair Syarif hafidzahulloh,
Ustadz Abu Yahya 'Ali, Ustadz Muflih.

Kabupaten Bengkulu Tengah
>Tempat : Ma'had Ahlussunnah Wal Jamaah Bengkulu
Alamat : Desa Talang Pauh, Kec. Pondok Kelapa, Kab.
Bengkulu Tengah
Daftar Ustadz : Ustadz Abu Jaabir hafidzahulloh, Ustadz Abdul Aziz asy-syihiri hafidzahulloh,Ustadz Abdul Barr dammaj hafidzahulloh

Website : www.tunas-tauhid.blogspot.com
Contact person :
                   abu 'umar assalafy : 085758267706
Facebook : abu umar ibnu yusuf
Group facebook : tazkiyyatun ahlussunnah bengkuluwiy

Sunday, March 2, 2014

Hakekat seseorang yg di tahdzir oleh 'ulama

Bismillah.

Asy-Syaikh Ahmad Bazmul hafizhahullah

Demi Allah, tidaklah seorang pun yang ditahdzir oleh
ulama kecuali telah nampak keburukan keadaannya dan
sikapnya yang tidak mau menerima kebenaran serta
menentangnya. Dan saya tidak perlu memberikan contoh
bagi kalian dalam masalah ini. Guru kami pembawa
bendera jarh wa ta’dil Al-Imam Rabi’ Al-Madkhaly
hafizhahullah termasuk ulama yang paling menonjol
kesabarannya terhadap orang yang menyelisihi
kebenaran dan berusaha membimbingnya. Bahkan saya
katakan kepada kalian bahwa ada sebuah perkara pada
manhaj beliau hafizhahullah yang saya perhatikan
dengan seksama, yaitu terkadang beliau pura-pura
menutup mata dan pura-pura tidak melihat orang yang
menyelisihi kebenaran jika dia menampakkan taubat.
Beliau memberinya kesempatan agar dia jujur dalam
perkara ini (taubat –pent). Karena yang nampak bagi
beliau dia adalah orang yang suka menentang. Tetapi
beliau mengatakan: “Mudah-mudahan dia mau
mengambil manfaat (dari kesempatan yang beliau
berikan –pent).” Beliau bersabar pada tingkatan ini.
Semoga Allah membalas beliau dengan kebaikan. Maka
ketika setelah itu beliau membicarakan lagi orang yang
menyelisihi tersebut –sebagaimana yang kalian ketahui–
maka orang itu benar-benar akan terjatuh dan tidak perlu
dijatuhkan untuk kedua kalinya. Karena Asy-Syaikh –
subhanallah– dengan kesabaran beliau terhadapnya,
beliau telah cukup memberikan udzur baginya.
http://ajurry.com/vb/showthread.php?t=35239

Kunjungi situs kami di www.tunas-tahuid.blogspot.com

syaikh robi' al madkholi menolak yahya al hajury

Bismillah.

 Kami ucapkan syukur terima kasih kepada Fadhilah asy-
Syaikh al-’Allamah Rabi’ bin Hadi al-
Madkhalihafizhahullah , karena beliau TIDAK MAU
MENERIMA seorang yang makhdzul (yang terkalahkan/
tidak mendapat pertolongan) al-Mutaqallib (tersungkur)
YAHYA AL-HAJURI , yang telah berupaya untuk
mengunjungi beliau (asy-Syaikh Rabi’) pada malam
Selasa 11 Rabi’uts Tsani 1435 H selepas shalat ‘Isya’ .
Asy-Syaikh Rabi’ TIDAK MAU menerima Yahya al-Hajuri
Kami sampaikan pula, bahwa ada pernyataan asy-Syaikh
(Rabi’) yang kami menjaga dari menyebarkannya,
sampai tiba waktunya (yang tepat).
Kami – para pengampu situs ini – katakan kepada al-
Hajuri
Terlebih dahulu bertaubatlah kamu kepada Allah, dan
perbaikilah apa yang telah kamu rusak, kemudian setelah
itu baru kamu minta izin untuk menziarah para ‘ulama
Ahlus Sunnah.
Hendaknya kamu “mendatangi rumah dari pintunya”
http://www.m-sobolalhoda.net/salafi/showthread.php?
t=7438
asy-Syaikh Khalid Baqais :
al-Hajuri shalat di masjid Syaikh kami (yakni asy-Syaikh
Rabi’), maka asy-Syaikh Rabi’ shalat di masjid lain, dan
beliau MENOLAK untuk menerimanya.
Asy-Syaikh Hani bin ‘Ali bin Braik:
Disampaikan dari orang-orang yang kokoh dan
terpercaya, bahwa Syaikhuna Rabi’ MENOLAK untuk
menerima Syaikh para Hajawuroh (yaitu) al-Hajuri.
Itu terjadi malam ini
Sumber: http://miratsul-anbiya.net/2014/02/11/asy-
syaikh-rabi-menolak-al-hajuri/

Kunjungi situs kami di www.tunas-tauhid.blogspot.com

Penyimpangan - Penyimpangan inya atturots seasons 7 bag. 2

Di tulis oleh Al Ustadz Abu Karimah Askari
bin Jamal Al-Bugisi

ﺍﻟﻤﻴﺮﺍﺙ ﻣﻦ ﻓﺘﺎﻭﻯ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻋﻦ ﺟﻤﻌﻴﺔ ﺇﺣﻴﺎﺀ ﺍﻟﺘﺮﺍﺙ
ULAMA AHLUS SUNNAH TIDAK MEREKOMENDASI
IHYA ATTURATS (2)

 Menjawab nasehat Syekh Abdul Muhsin Al-Abbad
dan Ibrahim Ar-Ruhaili hafidzhahumallah
Firanda menukilkan dari Syekh Abdul Muhsin
Al-’Abbad hafidzhahullah Ta’ala bahwa beliau
berkata:
ﺃَﻗُﻮْﻝُ ﻻ َﻳَﺠُﻮْﺯُ ﻟِﺄَﻫْﻞِ ﺍﻟﺴُّﻨَّﺔِ ﻓِﻲ ﺇِﻧْﺪُﻭْﻧِﻴْﺴِﻴَﺎ ﺃَﻥْ ﻳَﺘَﻔَﺮَّﻗُﻮْﺍ ﻭَﺃَﻥْ ﻳَﺨْﺘَﻠِﻔُﻮْﺍ ﻣِﻦْ ﺃَﺟْﻞِ
ﺍﻟﺘَّﻌَﺎﻣُﻞِ ﻣَﻊَ ﺟُﻤْﻌِﻴَﺔِ ﺇِﺣْﻴَﺎﺀِ ﺍﻟﺘُّﺮَﺍﺙِ ﻓَﺈِﻥَّ ﻫَﺬَﺍ ﻣِﻦْ ﻋَﻤَﻞِ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥِ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﻳُﻔَﺮِّﻕُ ﺑِﻪِ ﺑَﻴْﻦَ
ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ . ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﺃَﻥْ ﻳَﺠْﺘَﻬِﺪُﻭْﺍ ﻓِﻲ ﺗَﺤْﺼِﻴْﻞِ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢِ ﺍﻟﻨَّﺎﻓِﻊِ ﻭَﺍﻟْﻌَﻤَﻞِ ﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺢِ ﻭّﺃّﻥْ
ﻳَﺘْﺮُﻛُﻮْﺍ ﺍﻟﺸَّﻲْﺀَ ﺍﻟَّﺬِﻱْ ﻓِﻴْﻪِ ﻓِﺘَﻦٌ . ﺟُﻤْﻌِﻴَﺔُ ﺇِﺣْﻴَﺎﺀُ ﺍﻟﺘُّﺮَﺍﺙِ ﻓِﻴْﻬَﺎ ﺧَﻴْﺮٌ ﻛَﺜِﻴْﺮٌ، ﻓِﻴْﻬَﺎ ﻧَﻔْﻊٌ
ﻟِﻠْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ ﻓِﻲ ﻣُﺨْﺘَﻠَﻒِ ﺃَﻗْﻄَﺎﺭِ ﺍﻷَﺭْﺽِ ﻣِﻦْ ﺟِﻬَﺔِ ﺍﻟْﻤُﺴَﺎﻋَﺪَﺍﺕِ ﻭَﻣِﻦْ ﺟِﻬَﺔِ ﺗَﻮْﺯِﻳْﻊِ
ﺍﻟْﻜُﺘُﺐِ. ﺍﻻِﺧْﺘِﻼَﻑُ ﺑِﺴَﺒَﺐِ ﻫَﺬَﺍ ﻻَ ﻳَﺼْﻠُﺢُ ﻭَﻻَ ﻳَﺴُﻮْﻍُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ . ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺃَﻫْﻞِ
ﺍﻟﺴُّﻨَّﺔِ ﻫُﻨَﺎﻙَ ﺃَﻥْ ﻳَﺘَّﻔِﻘُﻮْﺍ ﻭَﺃَﻥْ ﻳَﺘْﺮُﻛُﻮْﺍ ﺍﻟﺘَّﻔَﺮُّﻕَ
“Aku katakan, tidak boleh bagi Ahlus Sunnah di
Indonesia untuk berpecah belah dan saling berselisih
disebabkan masalah mu’amalah dengan Yayasan
Ihya` at-Turats, karena ini adalah termasuk
perbuatan setan yang dengannya ia memecah belah
di antara manusia. Namun yang wajib bagi mereka
adalah besungguh-sungguh untuk memperoleh ilmu
yang bermanfaat dan amal shalih. Hendaknya
mereka meninggalkan sesuatu yang menimbulkan
fitnah. Yayasan Ihya’ at-Turats memiliki kebaikan
yang banyak, bermanfaat bagi kaum muslimin di
berbagai tempat di penjuru dunia, berupa berbagai
bantuan dan pembagian buku-buku. Perselisihan
disebabkan hal ini tidak boleh dan tidak dibenarkan
bagi kaum muslimin. Dan wajib atas Ahlus Sunnah di
sana (di Indonesia, -pen) untuk bersepakat dan
meninggalkan perpecahan.” [Jawaban berupa
nasehat ini beliau sampaikan di masjid seusai shalat
Zhuhur, Kamis, 13 Oktober 2005, atau 10 Ramadhan
1426 H. Pada kesempatan tersebut yang meminta
fatwa adalah Abu Bakr Anas Burhanuddin, Abu
‘Abdirrahman ‘Abdullah Zain, dan Abu ‘Abdil Muhsin
Firanda Andirja)
Demikian teks dan terjemahan yang disebutkan oleh
Firanda dalam tulisannya tersebut. Namun sayang
sekali karena Firanda sama sekali tidak menyebutkan
bentuk pertanyaan yang disampaikan kepada Syekh
tersebut, padahal teks pertanyaan sangat memberi
pengaruh terhadap terjadinya perubahan fatwa Syekh
hafidzhahullah. Demikian pula tidak sampainya
kepada beliau berita tentang hizbiyyah yang dimiliki
Ihya At Turats dengan berbagai kesesatan lainnya.
Sebab sikap Syekh Abdul Muhsin Al-Abbad dari
hizbiyyah sangat jelas, bagi siapa yang membaca
tulisan dan ceramah beliau. Diantaranya disaat
beliau memberi muqaddimah terhadap kitab
"Madarikun Nadzar" tulisan Syekh Abdul Malik
Ramadhani, setelah beliau menjelaskan tentang
kesesatan "fiqhul waqi" model hizbiyyun, yang
mengantarkan mereka kepada sikap merendahkan
para ulama, dan menuduh mereka tidak mengerti
fiqhul waqi', dan yang semisalnya. Lalu beliau
berkata:
ﻭﻓﻲ ﺍﻟﺨﺘﺎﻡ ﺃﻭﺻﻲ ﺑﻘﺮﺍﺀﺓ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻻﺳﺘﻔﺎﺩﺓ ﻣﻨﻪ، ﻭﺃﻭﺻﻲ ﺷﺒﺎﺏ ﻫﺬﻩ
ﺍﻟﺒﻼﺩ ﺍﻟﺴﻌﻮﺩﻳﺔ ﺃﻥ ﻳﺤﺬﺭﻭﺍ ﺍﻷﻓﻜﺎﺭ ﺍﻟﻔﺎﺳﺪﺓ ﺍﻟﺤﺎﻗﺪﺓ ﺍﻟﻮﺍﻓﺪﺓ ﺇﻟﻰ ﺑﻼﺩﻫﻢ
ﻹﺿﻌﺎﻑ ﺩﻳﻨﻬﻢ ﻭﺗﻤﺰﻳﻖ ﺷﻤﻠﻬﻢ ﻭﺍﻟﺘﻨﻜﺮ ﻟﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﺳﻼﻓﻬﻢ، ﻭﺃﻥ ﻳﺄﺧﺬ ﻛﻞُّ
ﺷﺎﺏٍّ ﻧﺎﺻﺢٍ ﻟﻨﻔﺴﻪ ﺍﻟﻌﺒﺮﺓَ ﻭﺍﻟﻌﻈﺔَ ﻣﻦ ﻗﻮﻝ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮﺩ  ﻛﻤﺎ ﻓﻲ
)) ﺍﻹﺑﺎﻧﺔ (( ﻻﺑﻦ ﺑﻄّﺔ)) : ﺇﻧّﻬﺎ ﺳﺘﻜﻮﻥ ﺃﻣﻮﺭ ﻣﺸﺘﺒﻬﺎﺕ ! ﻓﻌﻠﻴﻜﻢ ﺑﺎﻟﺘﺆﺩﺓ؛ ﻓﺈﻧّﻚ
ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺗﺎﺑﻌﺎً ﻓﻲ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﺧﻴﺮٌ ﻣﻦ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺭﺃﺳﺎً ﻓﻲ ﺍﻟﺸﺮِّ )).
"Sebagai penutup, aku menasehati untuk membaca
kitab ini, dan mengambil faedah darinya. Dan aku
menasehati para pemuda negeri Arab Saudi ini untuk
memberi peringatan dari berbagai pemikiran yang
rusak dan penuh kedengkian yang dimasukkan ke
dalam negeri mereka, untuk melemahkan agama
mereka, dan menghancurkan persatuan mereka, dan
hendak menjauhkan dari apa yang telah diamalkan
oleh para pendahulu mereka. Dan hendaklah setiap
pemuda yang menasehati dirinya, agar mengambil
pelajaran dan nasehat dari ucapan Abdullah bin
Mas'ud radhiallahu anhu sebagaimana yang
disebutkan dalam kitab "Al-Ibanah", oleh Ibnu
Baththah: "Sesungguhnya akan muncul perkara-
perkara yang syubhat! Maka hendaklah kalian
bersikap hati-hati, karena sesungguhnya engkau
termasuk pengikut kebaikan itu lebih baik daripada
engkau menjadi tokoh dalam kesesatan". (Madarikun
Nadzar, hal:18).
Dari ucapan beliau ini sangat jelas, bahwa beliau
mentahdzir dari berbagai macam pemikiran yang
dapat memecah belah persatuan mereka, dan
menjauhkan mereka dari aqidah dan manhaj salaful
ummah. Dan beliau juga menasehati untuk mengikuti
wasiat Abdullah bin Mas'ud radhiallahu anhu, yang
menganjurkan untuk menjadi pengikut kebaikan dan
tidak menjadi tokoh kesesatan, disaat munculnya
berbagai macam syubhat. Akan tetapi diantara
mereka ada yang berusaha membela berbagai
praktek hizbiyyah, dan bersembunyi di belakang
fatwa ulama yang kira-kira bisa dijadikan sebagai
pelindung amalan maupun dana hizbiyyahnya.
Salah satu contoh, tentang kitab "Rifqan Ahlas
Sunnah" yang beliau tulis sebagai nasehat diantara
sesama Ahlus Sunnah. Banyak dimanfaatkan oleh
para pembela organisasi Ihya At-Turats untuk
membelanya, dan membela orang yang
bermu'amalah dengannya, dan mengecam para
pentahdzirnya. Oleh karenanya, para pembelanya
menjadikan kitab ini sebagai "tameng" untuk
melegitimasi bantuan dana dari mereka kepada yang
selama ini bermuamalah dengannya. Padahal
sebagaimana yang kita ketahui, bahwa kitab ini
ditulis untuk intern dari kalangan ahlus sunnah,
bukan terhadap mereka yang memiliki pemikiran
hizbiyyah dan berwala' kepadanya. Ini dijelaskan
oleh beliau sendiri, sebagaimana dinukil dalam kitab
Ittihaful ‘Ibad bi Fawa-idi Durusi Asy-Syaikh ‘Abdil
Muhsin bin Hamd Al ‘Abbad –kitab ini telah dibaca
dan direkomendasi oleh Asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin
sendiri— (hal. 60):
“Kitab yang saya tulis pada akhir-akhir ini (yaitu
kitab Rifqan Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah, pent) …..
tidak ada hubungannya dengan pihak-pihak yang
pernah saya sebutkan dalam kitab Madarikun Nazhar
[1]. Dengan ini yang dimaksud dengan bersikap
lembutlah wahai Ahlus Sunnah terhadap Ahlus
Sunnah, bukanlah kelompok Ikhwanul Muslimin,
bukan pula orang-orang yang terpengaruh dengan
pemikiran-pemikiran Sayyid Quthb, dan yang lainnya
dari kalangan harakiyyin (para aktivis pergerakan,
pent). Tidak pula yang dimaksudkan (oleh buku
tersebut) orang-orang yang terpengaruh pemikiran
fiqhul waqi’ [2], (orang-orang yang) mencaci maki
pemerintah, dan meremehkan para ‘ulama. Bukan
mereka yang dimaksudkan sama sekali. Tapi
hanyalah yang dimaksudkan (oleh buku tersebut,
pent) adalah intern Ahlus Sunnah saja, dimana telah
terjadi di antara mereka ikhtilaf, sehingga mereka
sibuk dengan sesamanya untuk saling menjarh,
memboikot, dan mencela [3]. “
Perhatikan ucapan beliau: “Bukan pula orang-orang
yang terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran
Sayyid Quthb, dan yang lainnya dari kalangan
harakiyyin, tidak pula yang dimaksudkan orang-orang
yang terpengaruh pemikiran fiqhul waqi’, mencaci-
maki pemerintah, dan meremehkan para ulama,
bukan mereka yang dimaksudkan sama sekali”.
Cobalah anda perhatikan kalimat ini, lalu sesuaikan
dengan manhaj Ihya At Turats yang berada di bawah
asuhan sang mufti Abdurrahman Abdul Khaliq, kalian
akan mendapati sifat-sifat yang beliau sebutkan
tersebut sesuai dengan yang dimiliki oleh tokoh-
tokoh Ihya At Turats tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa Syekh hafidzhahullah tidak mengetahui secara
persis mahaj dakwah mereka, serta pengaruhnya
yang mendatangkan dampak negatif di berbagai
negara, khususnya di Indonesia. Bila demikian
keadaannya, perlu ada diantara sebagian mereka
yang punya kesempatan untuk menjelaskan kepada
Syekh secara rinci tentang masalah ini.
Perhatikan pula fatwa beliau yang disebutkan oleh
Firanda:
Yayasan Ihya’ at-Turats memiliki kebaikan yang
banyak, bermanfaat bagi kaum muslimin di berbagai
tempat di penjuru dunia, berupa berbagai bantuan
dan pembagian buku-buku. Perselisihan disebabkan
hal ini tidak boleh dan tidak dibenarkan bagi kaum
muslimin…”
Perhatikan apa yang beliau katakan: ” Perselisihan
disebabkan hal ini”, lalu perhatikan kembali fatwa
para ulama yang mentahdzir organisasi tersebut,
maka Nampak bagi kita semua bahwa perselisihan
bukan disebabkan hal ini, namun disebabkan karena
pengaruh hizbiyyah yang dimiliki organisasi ini.
Sebenarnya apa yang kami sebutkan terdahulu dari
fatwa-fatwa para ulama senior tentang Ihya At
Turats ini sudah lebih dari cukup, namun untuk
semakin melengkapi fatwa mereka, berikut ini fatwa
yang berasal dari Syekh Ahmad bin Yahya An-Najmi
hafidzahullah, yang semoga Firanda dan yang
bersamanya juga masih menganggapnya sebagai
alim yang senior. Beliau ditanya dengan pertanyaan
berikut:
ﺱ : ﻣﺎﺫﺍ ﺗﻌﺮﻓﻮﻥ ﻋﻦ ﺟﻤﻌﻴﺔ ﺇﺣﻴﺎﺀ ﺍﻟﺘﺮﺍﺙ ﺍﻟﺘﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﻮﻳﺖ ﺣﻴﺚ ﺇﻧﻬﺎ ﻓﺘﺤﺖ
ﻟﻬﺎ ﻓﺮﻉ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﺮﺍﻕ ﻭ ﻓﺮﻗﺖ ﺍﻟﺸﺒﺎﺏ ﺍﻟﺴﻠﻔﻲ ﻭ ﻓﺘﺤﺖ ﺩﺭﻭﺱ ﻭ ﺗﺼﺮﻑ
ﺭﻭﺍﺗﺐ ﻟﻜﻞ ﻣﻦ ﻳﺤﻀﺮ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺪﺭﻭﺱ ﻭ ﻫﺆﻻﺀ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﻠﻘﻮﻥ ﺍﻟﺪﺭﻭﺱ ﻟﻴﺴﻮﺍ ﺃﻫﻼً
ﻟﻠﺘﺪﺭﻳﺲ ، ﺃﺭﺷﺪﻭﻧﺎ ﻣﺄﺟﻮﺭﻳﻦ ؟
Soal : Apa yang anda ketahui tentang Jum’iyyah
Ihya’ut Turats yang berada di Kuwait dimana
jum’iyyah ini telah membuka cabangnya di Iraq dan
telah memecah belah para pemuda salafy dan
membuka pelajaran dan memberikan gaji bagi setiap
orang yang menghadiri pelajaran tersebut dan orang-
orang yang memberikan pelajaran tersebut bukanlah
ahlinya untuk mengajar. Berikanlah kami bimbingan,
semoga anda mendapatkan pahala ?
ﺝ - ﺟﻤﻌﻴﺔ ﺇﺣﻴﺎﺀ ﺍﻟﺘﺮﺍﺙ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻣﻼﺣﻈﺎﺕ ﻓﻼ ﻧﻨﺼﺤﻜﻢ ﺇﻥ ﻛﻨﺘﻢ ﺳﻠﻔﻴﻴﻦ ﺑﺎﻹﻟﺘﺤﺎﻕ
ﺑﻬﺎ ﺧﻮﻓﺎً ﻋﻠﻴﻜﻢ ﺑﺎﻹﻧﺨﺪﺍﻉ ﺑﻤﺎ ﻫﻲ ﻋﻠﻴﻪ .
ﻭ ﺃﻧﺼﻜﻢ ﺃﻥ ﺗﺼﺒﺮﻭﺍ ﺣﺘﻰ ﻳﻬﻴﺊ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻜﻢ ﻣﻦ ﻳﻌﻠﻤﻜﻢ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻨﻬﺞ ﺍﻟﺴﻠﻔﻲ ﻭ
ﺍﻟﻄﺮﻳﻘﺔ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ ﺍﻟﺼﺤﻴﺤﺔ ﻭﻫﻮ ﺍﻷﺧﺬ ﺑﻜﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﻭ ﺳﻨﺔ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ – ﺻﻠﻰ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ – ﻋﻠﻰ ﻓﻬﻢ ﺍﻟﺴﻠﻒ ﺍﻟﺼﺎﻟﺢ ﻭ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻘﻴﺪﺓ ﺍﻟﺤﻘﺔ ﻭ ﺍﻟﺒﺮﺍﺀﺓ
ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻋﻮﺍﺕ ﺍﻟﺪﺧﻴﻠﺔ ﻣﻦ ﺷﻴﻌﺔ ﻭ ﺷﻴﻮﻋﻴﺔ ﻭ ﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ .
ﻭ ﺃﺳﺄﻝ ﺍﻟﻠﻪ – ﻋﺰ ﻭ ﺟﻞ – ﺃﻥ ﻳﻴﺴﺮ ﻟﻜﻢ ﻣﻦ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻘﻴﺪﺓ
ﺍﻟﺼﺤﻴﺤﺔ ﻭ ﺍﻟﻤﻨﻬﺞ ﺍﻟﺴﻠﻔﻲ ﻣﻦ ﺗﺘﻌﻠﻤﻮﻥ ﻋﻠﻰ ﻳﺪﻳﻪ ﻭ ﻳﻨﻀﺎﻑ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﺍ ﺃﻳﻀﺎً
ﺃﻧﻜﻢ ﻗﻠﺘﻢ : ﺇﻥ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﺘﻮﻟﻮﻥ ﺍﻟﺘﺪﺭﻳﺲ ﻟﻴﺴﻮﺍ ﺑﺄﻫﻞ ﻟﻠﺘﺪﺭﻳﺲ ﻭ ﻟﻴﺲ ﻋﻨﺪﻫﻢ
ﻋﻠﻢ، ﻟﻬﺬﺍﻓﺈﻧﻲ ﺃﻧﺼﻜﻢ ﺑﻌﺪﻡ ﺍﻟﺪﺧﻮﻝ ﻓﻴﻬﺎ ﻭﻓﻘﻜﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻭ ﺳﺪﺩ ﺧﻄﺎﻛﻢ
ﻭ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﻭ ﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭ ﺻﺤﺒﻪ .
ﺍﻟﻔﺘﺎﻭﻯ ﺍﻟﺠﻠﻴﺔ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﻨﺎﻫﺞ ﺍﻟﺪﻋﻮﻳﺔ ) 2/320 (
Jawab : Jum’iyyah Ihya’ut Turats baginya ada
catatan-catatan/komentar. Maka kami menasehati
kalian – jika kalian salafy – untuk tidak bergabung
dengannya karena kawatir kalian bisa tertipu dengan
apa yang dia diatasnya. Aku nasehati kalian untuk
bersabar sampai Allah berikan untuk kalian orang
yang akan mengajari kalian diatas manhaj salafi dan
cara-cara syar’i yang benar yaitu berpegang dengan
kitabullah dan sunnah Rosulullah ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ
berdasarkan pemahaman salafus shalih dan orang
yang beraqidah yang benar dan berlepas diri dari
dakwah-dakwah yang masuk dari syi’ah, komunis
dan lainnya. Dan saya memohon kepada Allah ﻋﺰ ﻭ ﺟﻞ
agar Allah mudahkan untuk kalian, orang yang
beraqidah yang shahih dan bermanhaj salafy yang
kalian akan belajar dihadapannya dan termasuk
dengan itu juga bahwa kalian mengatakan
bahwasanya orang yang memberikan pelajaran
mereka bukanlah ahlinya dan tidak ada padanya
ilmu. Karena itu aku nasehatkan kalian untuk tidak
masuk pada yayasan tersebut, semoga Allah
memberikan taufiq kepada kalian dan menunjuki
langkah kalian kepada jalan yang lurus.
ﻭ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻧﺒﻴﻨﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﻭ ﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭ ﺻﺤﺒﻪ
(Al Fatawa Al Jaliyyah ‘An Almanaahiji Ad
Da’awiyyah (2/320) , penulis Faris At Thahir
AsSalafy. URL Sumber www.sahab.net/forums/
showthread.php?t=341912. Penterjemah :
Muhammad Ar Rifa’i As Salafy)
Demikian pula berkenaan tentang pujian Syekh
Ibrahim Ar-Ruhaili hafidzhahullah Ta’ala, tatkala
beliau mengatakan [4] :
“Yayasan Ihya’ At-Turots adalah yayasan yang
bergerak mengumpulkan harta dan bantuan dari para
pedagang dan orang-orang kaya dan
menyalurkannya dalam amalan-amalan kebaikan
seperti menggali sumur-sumur, membangun mesjid-
mesjid, sekolah-sekolah, dan memberi gaji bagi para
da’i. Dan termasuk perkara yang aneh timbulnya
perpecahan karena yayasan seperti ini.”
Hal ini juga disebabkan karena tidak sampainya
berita yang detil kepada beliau tentang dampak Ihya
At Turats di berbagai negara, dan memberikan
berbagai berita yang tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada, lalu disampaikan kepada beliau, dan bukan
hal yang mustahil sebagian berita tersebut berasal
dari Firanda dan para pendukungnya yang punya
kesempatan bertemu dengan beliau. Dan sebenarnya
perkara inipun telah dijawab oleh para ulama
semenjak beberapa tahun sebelumnya. Diantaranya
adalah jawaban seorang syekh senior –yang semoga
Firanda pun tetap menganggapnya senior atau
jajaran paling senior- muhaddits dari Yaman Muqbil
bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah Ta’ala, sebagaimana
yang telah kita nukilkan diedisi pertama. Namun
sekedar untuk mengingatkan, maka kami nukil
kembali fatwa tersebut, sebagai berikut:
ﻓﻌﻠﻤﺎﺀﻧﺎ ﺍﻷﻓﺎﺿﻞ ﺣﻔﻈﻬﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻳﺄﺗﻲ ﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﺠﻤﻌﻴﺔ ﺇﻟﻴﻬﻢ ﻭﻳﻘﻮﻝ : ﻳﺎ
ﺷﻴﺦ ﻧﺤﻦ ﻧﻬﺘﻢ ﺑﺒﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭﺑﻔﺘﺢ ﻣﺪﺍﺭﺱ ﺗﺤﻔﻴﻆ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﺑﻜﻔﺎﻟﺔ ﺍﻟﻴﺘﺎﻣﻰ
ﻭﺑﺤﻔﺮ ﺍﻵﺑﺎﺭ ﻭﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺍﻷﻓﻌﺎﻝ ﺍﻟﺤﻤﻴﺪﺓ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﺔ ﻓﺎﻟﺸﻴﺦ ……… ) ﻛﻠﻤﺔ ﻏﻴﺮ
ﻭﺍﺿﺤﺔ ( ﻣﺎ ﺭﺃﻳﻚ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺠﻤﻌﻴﺔ ﺗﻬﺘﻢ ﺑﺒﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭﺗﺤﻔﻴﻆ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﻛﻔﺎﻟﺔ
ﺍﻟﻴﺘﺎﻣﻰ ﻭﻛﻔﺎﻟﺔ ﺍﻟﺪﻋﺎﺓ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺣﻔﺮ ﺍﻵﺑﺎﺭ , ﻣﻦ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻘﻮﻝ ﻫﺬﺍ ﻣﺎ ﻳﺠﻮﺯ ﻛﻞ
ﻭﺍﺣﺪ ﻳﻘﻮﻝ –ﻳﺎ ﺃﺧﻲ- ﻫﺬﺍ ﻋﻤﻞ ﺻﺎﻟﺢ ﻛﻠﻪ ﻟﻜﻦ ﺍﻟﻤﺸﺎﻳﺦ ﺣﻔﻈﻬﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻻ
ﻳﻌﺮﻓﻮﻥ ﻣﺎ ﺑﻌﺪ ﻫﺬﺍ .
ﻭﺍﻟﻮﺍﻗﻊ ﺃﻥ ﺍﻷﻣﻮﺍﻝ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺄﺗﻴﻬﻢ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﺠﻤﻌﻴﺔ ﻟﺘﺤﺎﺭﺏ ﺑﻬﺎ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻓﻲ
ﺍﻟﺴﻮﺩﺍﻥ ﻭﻓﻲ ﺍﻟﻴﻤﻦ ﻧﻌﻢ ﻭﻓﻲ ﺃﺭﺽ ﺍﻟﺤﺮﻣﻴﻦ ﻭﻧﺠﺪ ﻭﻓﻲ ﺃﻧﺪﻭﻧﻴﺴﻴﺎ ﻭﻓﻲ ﻛﺜﻴﺮ
ﻣﻦ ﺍﻟﺒﻼﺩ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ .
)ﻣﻔﺮﻍ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺮﻳﻂ ﺑﺼﻮﺗﻪ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻫﻮ ﻋﻨﺪﻱ )
“Ulama kita yang mulia –semoga Allah senantiasa
menjaga mereka- , lantas anggota Jum’iyyah datang
kepada mereka dan berkata: “…wahai syekh, kami
memperhatikan masalah pembangunan masjid-
masjid, membuka madrasah tahfidz Al-Qur’an,
menanggung anak-anak yatim, menggali sumur-
sumur dan yang lainnya – dari berbagai perbuatan
yang terpuji dan salih -”. “Maka syaikh …..(kalimat
tidak jelas), apa pendapatmu tentang jum’iyyah ini,
yang memperhatikan pembangunan masjid, tahfidz
al-Qur’an, menanggung anak-anak yatim,
menanggung para da’i di jalan Allah, menggali
sumur-sumur…”.
Siapa yang mengatakan ini tidak boleh ? Setiap
orang mengatakan –ya akhi- ini adalah amalan soleh
semuanya ! Namun para syaikh tersebut –semoga
Allah menjaga mereka- tidak mengetahui apa yang
terjadi setelah ini.
Kenyataannya bahwa harta yang sampai ke mereka
para pengurus Jum’iyyah digunakan untuk
memerangi Ahlus Sunnah di Sudan, di Yaman, di
bumi Haramain (Makkah dan Madinah, pen), Najed
dan di Indonesia dan dalam banyak Negara Islam.”
Jika sekiranya Syekh Ar-Ruhaili hafidzahullah
mengetahui sepak terjang organisasi Ihya Atturats ini
diberbagai Negara, maka beliau tentunya tidak akan
memberi pembelaan kepadanya. Dalam salah satu
Tanya jawab dengan beliau [5], beliau sempat
ditanya dengan pertanyaan sebagai berikut:
ﺍﻟﺴﺎﺋﻞ : ﻧﺮﻳﺪ ﺗﺤﺪﻳﺪ ﻣﻔﻬﻮﻡ ﻣﻦ ﻫﻮ ﺍﻟﺴﻨﻲ ﺣﻴﺚ ﺇﻥ ﻫﻨﺎﻙ ﺃﻗﻮﺍﻣﺎ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ :ﺇﻧﻬﻢ
ﻣﻦ ﺍﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺇﺫﺍ ﺳﻤﻊ ﺃﺣﺪﻫﻢ ﻛﻼﻣﻬﻢ ﻭﺟﺪﻩ ﻳﻘﻮﻝ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻟﻪ
ﻭﺃﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﻧﻈﺮ ﺍﻟﻨﺎﻇﺮ ﻓﻲ ﺃﻗﻮﺍﻟﻬﻢ ﻭﻓﻲ ﺃﻓﻌﺎﻟﻬﻢ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺠﺪ ﺍﻟﻌﻜﺲ ﻓﻴﺮﺍﻩ ﻳﺜﻨﻲ
ﻋﻠﻰ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﻭﺍﻟﻀﻼﻝ ﻭﻳﺼﻔﻬﻢ ﺑﺄﻧﻬﻢ ﺃﺋﻤﺔ ﻣﺠﺪﺩﻭﻥ ﻭﺑﺎﻟﻤﻘﺎﺑﻞ ﻳﺬﻡ ﺃﻫﻞ
ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺍﻷﺛﺮ ﺑﺄﻧﻬﻢ ﻻ ﻳﻔﻘﻬﻮﻥ ﺍﻟﻮﺍﻗﻊ ﺃﻭ ﺃﻥ ﻓﻘﻬﻬﻢ ﻳﺪﻭﺭ ﺣﻮﻝ ﺳﺮﺍﻭﻳﻞ ﺍﻣﺮﺃﺓ
ﺃﻱ ﺃﻧﻬﻢ ﻋﻠﻤﺎﺀ ﺣﻴﺾ ﻭﻧﻔﺎﺱ ﺃﻭ ﺃﻥ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻗﺪ ﻏﺮﺗﻬﻢ ﻭﺑﻌﻀﻬﻢ ﻳﺮﻯ ﺃﻥ ﻫﺬﻩ
ﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺎﺕ ﺍﻟﺒﺪﻋﻴﺔ ﺗﻌﺪ ﻇﺎﻫﺮﺓ ﺻﺤﻴﺔ ﻭﻫﻲ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺗﻔﺮﻗﻬﺎ ﻟﻴﺲ ﺗﻔﺮﻗﺎ
ﻣﺬﻣﻮﻣﺎ ﻭﺑﻌﻀﻬﻢ ﻳﺮﻯ ﺃﻥ ﻣﺎ ﻳﺴﻤﻰ ﺑﺎﻷﻧﺎﺷﻴﺪ ﻭﺍﻟﺘﻤﺜﻴﻠﻴﺎﺕ ﻭﺍﻟﻤﺴﺮﺣﻴﺎﺕ ﻫﻲ ﻣﻦ
ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﺍﻟﺘﻲ ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺪﺍﻋﻲ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺟﻞ ﻭﻋﻼ ﺃﻥ ﻳﺴﻠﻜﻬﺎ ﻓﻲ ﺩﻋﻮﺗﻪ
ﻷﻧﻬﺎ ﺗﺪﺧﻞ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻲ ﺩﻳﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺑﻌﻀﻬﻢ ﻳﺆﺻﻞ ﺃﺻﻮﻻ ﺣﻜﻢ ﺃﺋﻤﺔ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺍﻷﺛﺮ
ﺑﺄﻧﻬﺎ ﺃﺻﻮﻝ ﺑﺪﻋﺔ ﻭﺿﻼﻝ ﻭﺃﻥ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﺻﻮﻝ ﻻ ﺗﻤﺖ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻣﻦ ﺃﻱ ﻭﺟﻪ ,ﻓﻤﺎ
ﺗﻮﺟﻴﻬﻜﻢ ﺣﻔﻈﻜﻢ ﺍﻟﻠﻪ؟
Pertanyaan: “Kami ingin penjelasan tentang batasan
dalam memahami siapakah pengikut Ahlus Sunnah
itu, dimana ada sebagian orang yang mengatakan
bahwa mereka termasuk dari kalangan ahlus
sunnah .Bila seseorang mendengar ucapan mereka,
ia mendapatinya mengatakan bahwa berfirman Allah,
bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Namun jika seseorang melihat ucapan dan
perbuatannya, maka dia mendapati sebaliknya, dilihat
dia memuji ahlul bid’ah dan sesat, dan menyebut
mereka sebagai imam mujaddid (pembaharu agama),
dan sebaliknya dia mencela Ahlus Sunnah dan Atsar
bahwa mereka tidak mengerti fiqhul waqi’, atau
mengatakan bahwa fiqih mereka hanya berada di
seputar celana dalam wanita, atau mereka adalah
para ulama haid dan nifas, atau mengatakan bahwa
dunia telah menipu mereka.
Sebagian lagi ada yang menganggap bahwa
jama’ah-jama’ah bid’ah ini merupakan dampak yang
positif, dan termasuk dari kalangan ahlus sunnah,
dan perpecahan mereka bukanlah perpecahan yang
tercela. Sebagian lagi ada yang menganggap bahwa
apa yang disebut dengan nasyid, teater dan
pertunjukan, termasuk diantara wasilah yang
sepantasnya bagi seorang da’i kepada jalan Allah
untuk menempuhnya dalam berdakwah, sebab
(dengan itu) dapat memasukkan manusia ke dalam
agama Allah secara berbondong-bondong. Sebagian
lagi ada yang menyebut prinsip-prinsip yang para
imam Ahlus Sunnah telah menghukumi bahwa itu
merupakan prinsip-prinsip bid’ah dan sesat, dan
bahwa prinsip-prinsip ini tidak ada hubungannya
dengan sunnah dari sisi manapun. Maka bagaimana
nasehatmu –semoga Allah menjagamu-?
Maka beliau menjawab dengan jawaban sebagai
berikut:
ﺍﻟﺠﻮﺍﺏ : ﻛﻤﺎ ﺫﻛﺮﺕ ﺃﻥ ﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻟﻴﺲ ﻣﻤﺎ ﻳﺠﺘﻬﺪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻴﻪ ﻓﻴﺤﻜﻤﻮﻥ ﻓﻴﻪ
ﺑﺄﻫﻮﺍﺀﻫﻢ ﺃﻧﻪ ﺻﺎﺣﺐ ﺳﻨﺔ ﺃﻭ ﺻﺎﺣﺐ ﺑﺪﻋﺔ , ﻭﺇﻻ ﻓﺎﻟﻜﺜﻴﺮ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﻳﺪﻋﻮﻥ
ﺃﻧﻬﻢ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺃﻥ ﻣﻦ ﺧﺎﻟﻔﻬﻢ ﻫﻮ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ , ﻭﻫﺬﺍ ﺑﺎﺏ ﺗﻮﻗﻴﻔﻲ ﻓﺼﺎﺣﺐ
ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻫﻮ ﻣﻦ ﻗﺎﻡ ﺑﺎﻟﺴﻨﺔ ﻋﻠﻤﺎ ﻭﻋﻤﻼ ﻭﺩﻋﻮﺓ ﺇﻟﻴﻪ ,ﻭﺍﺭﺟﻌﻮﺍ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ ﻓﻤﻦ
ﻭﺍﻓﻖ ﻋﻤﻠﻪ ﻋﻤﻞ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻬﻮ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ , ﻭﻣﻦ ﺧﺎﻟﻒ
ﻫﺪﻱ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻬﻮ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﺧﺮﺟﻮﺍ ﻋﻦ
ﺍﻟﺴﻨﺔ . ﻓﺎﻟﺴﻨﺔ ﻣﻌﻠﻮﻣﺔ ﻭﺃﺻﻮﻝ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻣﻌﺮﻭﻓﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﻮﺣﻴﺪ ﻭﻓﻲ ﺍﻟﻘﺪﺭ ﻭﻓﻲ
ﺍﻹﻳﻤﺎﻥ ﻭﻓﻲ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻓﻲ ﻃﺎﻋﺔ ﻭﻻﺓ ﺍﻷﻣﺮ ﻭﻓﻲ
ﻣﻌﺮﻓﺔ ﻣﻌﺎﻣﻠﺔ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻭﻓﻲ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ,ﺩﻋﻮﺓ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ
ﻇﺎﻫﺮﺓ ﻭﻻ ﺗﺨﻔﻰ, ﻭﻭﺍﻟﻠﻪ ﻟﻮ ﻋﺮﻑ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺃﻫﻠﻬﺎ ﻣﺎ ﻋﺎﺩﺍﻫﺎ ﺃﺣﺪ , ﻟﻜﻦ
ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻳﺠﻬﻠﻮﻥ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﻳﺠﻬﻠﻮﻥ ﺣﻘﻴﻘﺔ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻓﻴﻌﺎﺩﻭﻧﻬﺎ ﺑﺠﻬﻠﻬﻢ ﺑﻬﺎ ﻭﺇﻻ ﻓﺎﻟﺴﻨﺔ
ﻫﻲ ﺍﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺍﻟﻌﻈﻴﻤﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﺍﻵﺧﺮﺓ ﻟﻜﻞ ﺃﺣﺪ ,ﻫﻲ ﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺍﻟﺤﻜﺎﻡ
ﻭﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺍﻟﻤﺤﻜﻮﻣﻴﻦ ﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺍﻵﺑﺎﺀ ﻭﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺍﻷﺑﻨﺎﺀ ﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﻭﻟﻤﺼﻠﺤﺔ
ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ,ﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺍﻟﻔﻘﺮﺍﺀ ﻭﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﺍﻷﻏﻨﻴﺎﺀ , ﻟﻴﺲ ﻫﻨﺎﻙ ﻓﺮﺩ ﻣﻦ ﺃﻓﺮﺍﺩ ﺍﻷﻣﺔ ﺇﻻ
ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﻓﻲ ﻧﺼﺮﺗﻪ ﻓﻤﺎ ﻳﺘﺮﻛﻬﺎ ﺃﺣﺪ ﻭﻻ ﻳﺘﻨﻜﺮ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﺃﺣﺪ . ﻓﺎﻟﺴﻨﺔ ﻫﻲ ﻣﺎ ﺳﻨﻪ
ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺨﻠﻔﺎﺀ ﺍﻟﺮﺍﺷﺪﻭﻥ ﻣﻦ ﺑﻌﺪﻫﻢ ﻭﺍﻟﺒﺪﻋﺔ
ﻫﻮ ﻣﺎ ﻋﺪﺍ ﺫﻟﻚ ﻛﻤﺎ ﺃﺧﺒﺮ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ .
ﺛﻢ ﺇﻥ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺫﻛﺮﻭﺍ ﺿﺎﺑﻄﺎ ﻟﻬﺬﻩ ﺍﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﻷﻥ ﺍﻟﻜﺜﻴﺮ ﻳﺪﻋﻮﻥ ﺑﺄﻧﻬﻢ ﻳﺴﺘﺪﻟﻮﻥ
ﺑﻨﺼﻮﺹ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﻳﻘﻮﻟﻮﻥ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
ﻟﻜﻦ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺿﺎﺑﻄﺎ ﻣﻬﻤﺎ ﻳﻀﺒﻂ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﺍﻻﺳﺘﺪﻻﻝ ﺑﻨﺼﻮﺹ
ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﺑﻨﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﻓﻬﻢ ﺳﻠﻒ ﺍﻷﻣﺔ . ﻗﻮﻟﻨﺎ: ﺍﻻﺳﺘﺪﻻﻝ ﺑﻨﺼﻮﺹ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ
ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﺩﺧﻞ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺨﻮﺍﺭﺝ ,ﺍﻟﺨﻮﺍﺭﺝ ﻳﺰﻋﻤﻮﻥ ﺑﺄﻧﻬﻢ ﺑﻨﺼﻮﺹ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ
ﻟﻜﻦ ﺑﻨﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﺻﻠﻒ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻣﺔ,ﻫﻞ ﺩﺧﻠﻮﺍ ﻓﻲ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ؟ ﻻ, ﻣﺎ ﺍﺳﺘﻔﺎﺩﻭﺍ ﻣﻦ
ﻋﻠﻲ ﻭﻣﺎ ﺍﻧﺘﻔﻌﻮﺍ ﺑﻌﻠﻤﻪ ﺑﻞ ﻛﻔﺮﻭﻩ , ﻓﺈﺫﺍ ﻫﺆﻻﺀ ﺧﺮﺟﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻷﻧﻬﻢ ﻟﻢ
ﻳﺴﺘﺪﻟﻮﺍ ﺑﻨﺼﻮﺹ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﺑﻨﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﺳﻠﻒ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻣﺔ .ﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﺫﺍ ﻣﺎ
ﺃﺭﺍﺩ ﺃﻥ ﻳﻔﺴﺮ ﺍﻵﻳﺔ ﺭﺟﻊ ﺇﻟﻰ ﺗﻔﺎﺳﻴﺮ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ,ﻣﺎﺫﺍ ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻣﺎﺫﺍ
ﻗﺎﻝ ﻣﺠﺎﻫﺪ ﻣﺎﺫﺍ ﻗﺎﻝ ﻗﺘﺎﺩﺓ , ﺛﻢ ﻳﺒﻨﻲ ﻓﻬﻤﻪ ﻋﻠﻰ ﺃﻗﻮﺍﻝ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ .ﻭﺻﺎﺣﺐ
ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﻫﻮ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺄﺗﻲ ﺑﺎﻟﻨﺼﻮﺹ ﻭﻳﺴﺘﺪﻝ ﺑﻬﺎ ﺑﻨﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﻓﻬﻤﻪ, ﻭﻗﺪ ﻳﺒﻨﻲ ﻛﻼﻣﻪ
ﻋﻠﻰ ﺃﺩﻟﺔ ﻟﻜﻦ ﺍﻟﻌﺒﺮﺓ ﺑﺎﻟﻔﻬﻢ .
ﻭﻟﻬﺬﺍ ﻳﻘﻮﻝ ﺷﻴﺦ ﺍﻹﺳﻼﻡ : ﺍﻟﻀﻼﻝ ﻳﺤﺼﻞ ﻣﻦ ﺟﻬﺘﻴﻦ :
ﺇﻣﺎ ﺃﻥ ﻳﺴﺘﺪﻝ ﺑﻤﺎ ﻟﻴﺲ ﺑﺪﻟﻴﻞ, ﺃﻭ ﺃﻥ ﻳﺨﻄﺊ ﻓﻲ ﻓﻬﻢ ﺍﻟﺪﻟﻴﻞ . ﻓﺈﺫﺍ ﺍﺳﺘﻘﺎﻡ ﻟﻪ
ﻫﺬﺍﻥ ﺍﻷﻣﺮﺍﻥ ﺃﻣﻦ ﺍﻟﺨﻄﺄ, ﻭﻫﻮ ﺻﺤﺔ ﺍﻟﺪﻟﻴﻞ ﻭﺻﺤﺔ ﺍﻟﻔﻬﻢ . ﺻﺤﺔ ﺍﻟﻔﻬﻢ ﻻ ﻳﻤﻜﻦ
ﻟﻮﺍﺣﺪ ﻣﻨﺎ ﺃﻥ ﻳﺪﻋﻲ ,ﻷﻥ ﻛﻞ ﺇﻧﺴﺎﻥ ﻳﻈﻦ ﺃﻥ ﻋﻘﻠﻪ ﺃﺣﺴﻦ ﺍﻟﻌﻘﻮﻝ ﻭﺃﻥ ﻓﻬﻤﻪ
ﺃﺣﺴﻦ ﺍﻷﻓﻬﺎﻡ ﻟﻜﻦ ﺿﺎﺑﻂ ﻫﺬﺍ ﺃﻥ ﺗﺮﺟﻊ ﺇﻟﻰ ﻓﻬﻢ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ
ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻓﻬﻢ ﺳﻠﻒ ﺍﻷﻣﺔ ﻣﺎﺫﺍ ﻗﺎﻟﻮ ﻓﻲ ﻣﻌﻨﻰ ﻫﺬﻩ ﺍﻵﻳﺔ ﻣﺎﺫﺍ ﻗﺎﻟﻮﺍ ﻓﻲ ﻣﻌﻨﻰ
ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ , ﻓﺈﺫﺍ ﺗﻤﺴﻜﻨﺎ ﺑﻬﺬﺍ ﺍﻷﺻﻞ ﻓﻬﺆﻻﺀ ﻫﻢ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺛﻢ ﺑﻌﺪ ﺫﻟﻚ
ﺗﺤﺼﻞ ﺃﺧﻄﺎﺀ ﻟﻜﻦ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﺧﻄﺎﺀ ﻻ ﻳﻤﻜﻦ ﺃﻥ ﺗﻨﻘﺾ ﺍﻷﺻﻮﻝ ﺑﺄﻥ ﻣﻦ ﺳﻠﻚ ﻫﺬﺍ
ﺍﻟﻤﺴﻠﻚ ﻭﻣﻦ ﻭﺻﻞ ﺇﻟﻰ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻤﺮﺣﻠﺔ ﻓﻲ ﺍﻻﺳﺘﺪﻻﻝ ﻳﺴﺘﺪﻝ ﺑﺎﻟﺪﻟﻴﻞ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ
ﺑﻨﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﻓﻬﻢ ﺻﺤﻴﺢ , ﻧﻌﻢ ﻗﺪ ﻳﺤﺼﻞ ﻟﻪ ﺧﻄﺄ ﺟﺰﺉ ﻛﻤﺎ ﺣﺼﻞ ﻟﻠﺴﻠﻒ ﻟﻜﻨﻪ ﻻ
ﻳﻤﻜﻦ ﻷﻥ ﻳﻨﻘﺾ ﺃﺻﻼ ﻣﻦ ﺃﺻﻮﻝ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻓﻬﺬﺍ ﻫﻮ ﺿﺎﺑﻂ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﻫﺬﺍ ﻫﻮ
ﺿﺎﺑﻂ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ,ﻭﻟﻴﺲ ﻛﻞ ﻣﻦ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺼﻴﺒﺎ ﻓﻲ ﻓﻬﻤﻪ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻛﻼﻡ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻛﻼﻡ ﺭﺳﻮﻟﻪ ﺛﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ
ﺣﻖ, ﻟﻜﻦ ﺍﻟﻌﺒﺮﺓ ﺑﺎﻟﻔﻬﻢ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ , ﻭﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﻳﻮﺍﻟﻲ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﻭﻳﺸﻴﺪ ﺑﻬﻢ ﻭﻳﻨﺤﺮﻑ
ﻋﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻓﻬﺬﻩ ﻣﻦ ﺃﻋﻈﻢ ﺍﻟﻌﻼﻣﺎﺕ ﺍﻟﺘﻲ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺃﻧﻪ ﻣﻦ ﻋﻼﻣﺎﺕ ﺃﻫﻞ
ﺍﻟﺒﺪﻉ ,ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﻣﻦ ﻋﻼﻣﺎﺕ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﺍﻟﻮﻗﻴﻌﺔ ﻓﻲ ﺃﻫﻞ ﺍﻷﺛﺮ ,ﻻ ﺗﺠﺪ ﺭﺟﻼ ﻳﺸﺘﻢ
ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭﻣﺴﻠﻢ ﻭﺃﺣﻤﺪ ﻭﻣﺎﻟﻚ ﻭﺃﺋﻤﺔ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻭﻳﺸﺘﻢ ﻋﻠﻤﺎﺀ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻣﻦ
ﺍﻟﻤﻌﺎﺻﺮﻳﻦ ﻭﻣﻦ ﻏﻴﺮﻫﻢ . ﻧﺤﻦ ﻋﺮﻓﻨﺎ ﻣﻦ ﻋﻠﻤﺎﺀﻧﺎ ﺍﻟﻤﻌﺎﺻﺮﻳﻦ ﻛﺎﻟﺸﻴﺦ ﻋﺒﺪ
ﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ﺑﻦ ﺑﺎﺯ ﻭﺍﺑﻦ ﻋﺜﻴﻤﻴﻦ ﻭﺍﻷﻟﺒﺎﻧﻲ ﻫﺆﻻﺀ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻧﻘﻮﻝ ﺃﻧﻬﻢ ﻣﻌﺼﻮﻣﻴﻦ , ﻟﻜﻦ
ﻣﺎﻋﺮﻓﻨﺎ ﻣﺜﻠﻬﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﻓﻲ ﺍﻟﻘﻴﺎﻡ ﺑﻬﺎ ﻭﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺇﻟﻴﻪ , ﻓﻼ ﻧﻌﺮﻑ ﺭﺟﻼ ﺍﻧﺤﺮﻑ
ﻋﻨﻬﻢ ﺇﻻ ﻭﻫﻮ ﻋﻠﻰ ﻗﺪﺭ ﺍﻧﺤﺮﺍﻓﻪ ﻳﻜﻮﻥ ﻗﺪ ﺃﺻﺎﺑﻬﻢ ﻣﺎ ﺃﺻﺎﺑﻬﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﺪﻉ . ﻭﻻ
ﻳﻌﻨﻲ ﺃﻳﻀﺎ ﺍﻻﻧﺤﺮﺍﻑ ﻋﻨﻬﻢ ﺃﻥ ﻳﺄﺗﻲ ﺍﻟﻤﺠﺘﻬﺪ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﻣﻦ ﺃﻗﺮﺍﻧﻪ ﻭﻳﻘﻮﻝ : ﺃﺧﻄﺄ
ﻓﻼﻥ ﻭﺃﺻﺎﺏ ﻓﻼﻥ, ﻫﺬﺍ ﻟﻴﺲ ﻣﻨﺤﺮﻓﺎ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﻣﺤﺐ ﻧﺎﺻﺢ ﻟﻜﻦ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻨﺘﻘﺼﻬﻢ
ﻭﻳﺘﻬﻤﻬﻢ ﺑﺎﻟﺒﺪﻋﺔ ﻭﻳﺘﻬﻤﻬﻢ ﺑﻤﺎ ﻭﺭﺩ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﺆﺍﻝ ﻣﻦ ﺃﻧﻬﻢ ﻋﻠﻤﺎﺀ ﺍﻟﺤﻴﺾ ﻭﺍﻟﻨﻔﺎﺱ
ﻓﻬﺬﺍ ﻣﻦ ﺟﻬﻠﻪ, ﺍﻟﺤﻴﺾ ﻭﺍﻟﻨﻔﺎﺱ ﺃﺣﻜﺎﻣﻬﻤﺎ ﺟﺎﺀﺕ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ , ﻓﺎﻟﺬﻱ ﻳﻘﻠﻞ ﻣﻦ
ﺷﺄﻥ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻫﺬﺍ ﺭﺩ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺭﺳﻮﻟﻪ , ﻭﺍﻟﺬﻱ ﻳﻘﻮﻝ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻜﻠﻤﺔ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ
ﻳﻌﻨﻲ ﻣﺎ ﻳﻘﻮﻝ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻳﺨﺸﻰ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﻔﺮ ,ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻳﻈﻦ ﺃﻥ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻳﻨﺘﻘﺺ
ﺑﻤﺠﺮﺩ ﻋﻠﻤﻪ ﻟﻠﺤﻴﺾ ﻭﺍﻟﻨﻔﺎﺱ , ﻟﻮ ﺻﺮﻧﺎ ﻛﻤﺎ ﺻﺎﺭ ﻏﻴﺮﻧﺎ ﻭﺭﺁ ﺗﻠﻚ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﺍﻟﻔﻜﺮﻳﺔ
ﺍﻟﺘﻲ ﻻ ﺗﺠﺪ ﻓﻴﻬﺎ ﻣﺴﺄﻟﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﻘﻴﺪﺓ ﻭﻟﻦ ﺗﺠﺪ ﻣﺴﺄﻟﺔ ﺗﺒﻴﻦ ﺍﻟﺤﻜﻢ ﺍﻟﺸﺮﻋﻲ ﻓﻲ
ﺍﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﺍﻟﻔﻘﻬﻴﺔ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻛﻠﻬﺎ ﺁﺭﺍﺀ ﻭﺗﺼﻮﺭﺍﺕ ﻭﺃﻓﻜﺎﺭ ﻭﺧﻮﺽ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻴﺎﺳﺔ
ﻭﻛﻼﻣﻬﻢ ﻣﺒﻨﻲ ﻋﻠﻰ ﻛﻼﻡ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻻ ﺗﺠﺪ ﻓﻲ ﻛﺘﺒﻬﻢ ﺁﻳﺔ ﻭﻻ ﺣﺪﻳﺚ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﻓﻲ
ﺁﺭﺍﺀ ﻟﻮ ﺳﺎﺭ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺴﻴﺮ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺳﻴﺄﺗﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺯﻣﺎﻥ ﻻﻳﻌﺮﻓﻮﻥ ﻛﻴﻒ
ﻳﺼﻠﻮﻥ , ﻭﻟﻜﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻻ ﻳﻌﺮﻓﻮﻥ ﻓﺴﺎﺩ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻜﺘﺐ ﻷﻥ ﻣﻌﻬﻢ ﻋﻠﻤﺎﺀ ﻭﺍﻟﻌﻠﻢ
ﻣﻨﺘﺸﺮ ﻟﻜﻦ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻟﻮ ﺫﻫﺐ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻭ ﺫﻫﺐ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﻟﻢ ﻳﺒﻖ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻻ
ﻫﺆﻻﺀ ﻟﻢ ﻳﺒﻖ ﻣﻦ ﺩﻳﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﺷﻴﺊ ,ﻭﺃﻣﺎ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻓﺎﻟﺨﻴﺮ ﻗﺪ ﺍﺟﺘﻤﻊ ﻓﻴﻬﻢ ﺇﻥ
ﺳﺄﻟﺖ ﻋﻦ ﺍﻟﻌﻠﻦ ﻓﻬﻮ ﻓﻴﻬﻢ ﻭﺇﻥ ﺳﺄﻟﺘﻪ ﻋﻦ ﺍﻷﻣﺮ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ ﻭﺍﻟﻨﻬﻲ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﻨﻜﺮ
ﻓﻬﻮ ﻓﻴﻬﻢ ﻭﺇﻥ ﺳﺄﻟﺖ ﻋﻦ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﻭﺍﻻﺟﺘﻬﺎﺩ ﻓﻬﻮ ﻓﻴﻬﻢ ﻭﺇﻥ ﺳﺄﻟﺖ ﻋﻦ ﻃﺎﻋﺔ ﻭﻻﺓ
ﺍﻷﻣﺮ ﻓﻲ ﺣﺪﻭﺩ ﺍﻟﻀﻮﺍﺑﻂ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ ﻓﻬﻮ ﻓﻴﻬﻢ ﻭﺇﻥ ﺳﺄﻟﺖ ﻋﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻤﻨﻨﺎﺻﺤﺎ
ﻟﻮﻻﺓ ﺍﻷﻣﺮ ﻓﻬﻢ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻓﺎﻟﺨﻴﺮ ﺍﺟﺘﻤﻊ ﻓﻲ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ , ﻭﻫﺬﺍ ﻻ ﻳﻌﻨﻲ ﺃﻥ
ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻣﻌﺼﻮﻣﺎ ﻣﻨﻪ . ﻟﻜﻦ ﻫﻢ ﺑﻤﺠﻤﻮﻋﻬﻢ ﻻ ﻳﺨﺮﺝ ﺍﻟﺤﻖ ﻋﻨﻬﻢ .
ﻭﺃﻣﺎ ﻣﺎ ﻭﺭﺩ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﺆﺍﻝ ﻣﻦ ﺫﻛﺮ ﺍﻷﻧﺎﺷﻴﺪ ﻭﻫﻲ ﻣﺎ ﻳﺴﻤﻰ ﺑﺎﻷﻧﺎﺷﻴﺪ ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ
ﻓﻬﺬﻩ ﻟﻴﺴﺖ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺇﺫﺍ ﻛﺎﻧﺖ ﻫﺬﻩ ﻛﻤﺎ ﻳﻌﺘﻘﺪ ﺍﻟﺒﻌﺾ ﺃﻧﻬﺎ ﻭﺳﻴﻠﺔ ﻣﻦ ﻭﺳﺎﺋﻞ
ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﻓﺄﻳﻦ ﺍﻟﺪﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﺍ ﻣﻦ ﻫﺪﻱ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﺈﻥ ﻭﺳﺎﺋﻞ
ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺍﻟﺘﻌﺒﺪﻳﺔ ﻛﻠﻬﺎ ﻗﺪ ﺩﻟﺖ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺍﻷﺩﻟﺔ ﻭﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﻳﻔﺮﻕ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ
ﺍﻟﺘﻌﺒﺪﻳﺔ ﻭﺍﻟﻌﺎﺩﻳﺔ . ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﺍﻟﺘﻌﺒﺪﻳﺔ ﻫﻲ ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﺍﻟﺘﻌﺒﺪﻳﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﻻ ﻳﺴﻊ
ﺍﻟﺨﺮﻭﺝ ﻋﻨﻬﺎ ﻣﺜﻞ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﻬﺠﺮ ﻣﻨﻬﺞ ﻭﻣﺴﻠﻚ ﻣﻦ ﻣﺴﺎﻟﻚ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺍﻟﺘﺄﻟﻴﻒ
ﻣﺴﻠﻚ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻣﺴﻠﻚ ﺍﻟﻨﺼﺢ ﻭﺍﻟﺒﻴﺎﻥ ﻭﺇﺯﺍﻟﺔ ﺍﻟﺸﺒﻪ ﻭﺍﻟﻤﺠﺎﺩﻟﺔ ﺑﺎﻟﺘﻲ ﻫﻲ ﺃﺣﺴﻦ
ﻣﻦ ﻣﺴﺎﻟﻚ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺍﻟﺼﺤﻴﺤﺔ , ﻓﻤﻦ ﺃﻧﻜﺮ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﻓﻬﻮ ﻣﺒﺘﺪﻉ,
ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﺍﻟﻌﺎﺩﻳﺔ ﻣﺜﻞ ﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻡ ﺍﻟﻤﻜﺒﺮ ﻭﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻡ ﺍﻟﺸﺮﻳﻂ ﻭﺍﺳﺘﺨﺪﺍﻡ
ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ, ﻭﺟﻮﺩ ﺍﻟﺠﺎﻣﻌﺎﺕ ﺍﻵﻥ , ﻭﺟﻮﺩ ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﻓﻬﺬﻩ ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﺍﻟﻌﺎﺩﻳﺔ ﻭﻻ ﻧﻘﻮﻝ
ﺃﻧﻪ ﺗﺪﺧﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﻓﻴﻬﺎ ﻓﻤﻬﻤﺎ ﺃﺣﺪﺙ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﻓﺎﺳﺘﺨﺪﺍﻣﻬﺎ ﻣﺸﺮﻭﻉ
ﻷﻧﻬﺎ ﻭﺳﺎﺋﻞ ﻋﺎﺩﻳﺔ ﻭﻟﻴﺴﺖ ﺗﻌﺒﺪﻳﺔ .
ﻭﻟﻬﺬﺍ ﻻ ﻧﻘﻮﻝ ﺑﺄﻥ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺗﻨﺤﺼﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻜﺒﺮ ﻭﺃﻧﻪ ﻟﻴﺴﺖ ﻫﻨﺎﻙ ﺩﻋﻮﺓ ﺻﺤﻴﺤﺔ
ﺇﻻ ﻟﺮﺟﻞ ﻻ ﺑﺪ ﺃﻥ ﻳﺴﺘﺨﺪﻡ ﺍﻟﻤﻜﺒﺮ ﺃﻭ ﻳﺴﺘﺨﺪﻡ ﺍﻹﺫﺍﻋﺔ ﺃﻭ ﻏﻴﺮﻫﺎ , ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻲ
ﻭﺳﻴﻠﺔ ﻹﻳﺼﺎﻝ ﺍﻟﻜﻠﻤﺔ, ﻭﻟﻴﺴﺖ ﻏﺎﻳﺔ . ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ ﻓﻼ ﻳﺴﻊ ﺍﻟﺨﺮﻭﺝ
ﻋﻨﻬﺎ , ﻟﻮ ﺟﺎﺀ ﺭﺟﻞ ﻓﻘﺎﻝ : ﻻ ﻳﻬﺠﺮ ﺍﻟﻤﺨﺎﻟﻒ ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻧﺒﺪﻋﻪ ﻭﻧﺘﻬﻤﻪ ﻓﻲ ﺩﻳﻨﻪ ﻷﻧﻪ
ﺧﺎﻟﻒ ﻫﺪﻱ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ , ﻭﻟﻜﻦ ﻟﻮ ﺟﺎﺀ ﺭﺟﻞ ﺍﻵﻥ ﻗﺎﻝ : ﺃﻧﺎ ﻟﻦ
ﺃﺳﺘﺨﺪﻡ ﺍﻟﻤﻜﺒﺮ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺃﺧﺎﻃﺐ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻭﺃﺭﻓﻊ
ﺻﻮﺗﻲ ﺣﺘﻰ ﻳﺴﻤﻌﻨﻲ ﺍﻟﻨﺎﺱ,ﻫﻞ ﻧﻘﻮﻝ : ﺃﻧﺖ ﻣﺒﺘﺪﻉ؟ ﻻ ﻳﻘﺎﻝ ﻓﻴﻪ, ﻷﻥ ﻫﺬﻩ ﻭﺳﻴﻠﺔ
ﻋﺎﺩﻳﺔ, ﻓﻤﻦ ﺍﺳﺨﺪﻡ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻮﺳﺎﺋﻞ ﺃﻭ ﺗﺮﻛﻬﺎ ﻻ ﻳﺤﺮﺝ ﻋﻠﻴﻪ. ﻓﺎﻷﻧﺎﺷﻴﺪ ﻟﻴﺴﺖ
ﻭﺳﻴﻠﺔ ﺷﺮﻋﻴﺔ . ﻭﻣﻦ ﺍﻋﺘﻘﺪ ﺃﻧﻬﺎ ﻭﺳﻴﻠﺔ ﻓﺈﻧﻪ ﻣﺒﺘﺪﻉ ﺧﺎﻟﻒ ﻫﺪﻱ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ
ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ,ﻭﺃﻣﺎ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻤﻘﺼﻮﺩ ﺑﻬﺎ ﺍﻟﻠﻬﻮ ﻭﺍﻟﻠﻌﺐ ﻓﻤﻌﻠﻮﻡ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻬﻮ ﻭﺍﻟﻠﻌﺐ
ﻟﻴﺲ ﻣﻦ ﺩﻳﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﻳﻌﺘﻘﺪ ﺃﻥ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻧﺎﺷﻴﺪ ﻫﻲ ﻣﺮﺣﻠﺔ ﻧﻨﺘﻘﻞ ﺑﻬﺎ ﻣﻦ
ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻣﻦ ﺳﻤﺎﻉ ﺍﻷﻏﺎﻧﻲ ﺇﻟﻰ ﺳﻤﺎﻉ ﺍﻷﻧﺎﺷﻴﺪ ﺛﻢ ﺇﻟﻰ ﺳﻤﺎﻉ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻓﻬﺬﻩ ﻭﺍﻟﻠﻪ
ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻬﻞ ﻭﻫﻮ ﺃﻻ ﻳﺪﻋﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺤﻖ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﺪﻋﻰ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻟﻰ ﻣﺮﺣﻠﺔ ﻗﺒﻞ
ﺍﻟﺤﻖ . ﻓﺎﻟﻨﺎﺱ ﻻ ﻳﻤﻜﻦ ﺃﻥ ﺗﺼﺪﻕ ﺗﻮﺑﺘﻬﻢ ﻭﺗﺼﺢ ﺗﻮﺑﺘﻬﻢ ﺣﺘﻰ ﻳﺘﺮﻙ ﺍﻟﻤﺨﺎﻟﻔﺔ ﺇﻟﻰ
ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺇﻟﻰ ﺍﻟﺤﻖ ﻓﻜﻴﻒ ﻧﻨﻘﻠﻪ ﺇﻟﻰ ﻣﺮﺣﻠﺔ ﺩﻭﻥ ﺍﻟﺤﻖ ﺛﻢ ﻟﻮ ﻣﺎﺕ ﻭﻫﻮ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ
ﺍﻟﻤﺮﺣﻠﺔ ﻓﻤﻦ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺘﺤﻤﻞ ﺇﺛﻤﻪ , ﺍﻧﺖ ﺗﺪﻋﻮ ﻭﺗﻘﻮﻝ : ﺍﺗﻘﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺩﻋﻮﺍ ﺍﻷﻏﺎﻧﻲ
ﻭﺍﺳﻤﻊ ﺍﻷﻧﺎﺷﻴﺪ,ﻭﻣﻌﻠﻮﻡ ﺃﻥ ﻫﺬﻩ ﺍﻷﻧﺎﺷﻴﺪ ﻓﻴﻬﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺨﺎﻟﻔﺎﺕ ﺍﻟﻜﺜﻴﺮﺓ ,ﻣﻨﻬﺎ :
ﺍﻟﺘﻠﺬﺫ ﺑﺄﺻﻮﺍﺕ ﺍﻟﻤﻨﺸﺪﻳﻦ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺒﺎﺏ ﻭﻣﻦ ﻏﻴﺮﻫﻢ ﻭﻛﻢ ﻓﺘﻦ ﻣﻦ ﻓﺘﻦ ﺑﻬﺆﻻﺀ
ﺣﺘﻰ ﻛﺄﻧﻬﺎ ﻛﻸﻏﺎﻧﻲ ﻭﺃﺻﺒﺤﺖ ﺷﻐﻞ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺍﻟﺸﺎﻏﻞ , ﻭﻣﻦ ﺩﺍﻭﻡ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻓﺈﻧﻪ
ﻳﻀﻌﻒ ﺳﻤﺎﻋﻪ ﻟﻠﻘﺮﺁﻥ . ﻓﺈﻥ ﺃﺷﻜﻞ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﺷﻴﺊ ﻓﺎﺭﺟﻌﻮﺍ ﺇﻟﻰ ﻋﻠﻤﺎﺀﻧﺎ ﺍﻟﻜﺒﺎﺭ,ﻫﻞ
ﺃﻟﻔﻮﺍ ﺍﻟﻔﺮﻕ ﻟﻺﻧﺸﺎﺩ ﺑﻴﻦ ﻳﺪﻱ ﺩﺭﻭﺳﻬﻢ ؟, ﻭﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﺃﻡ ﺃﻧﻬﻢ ﻋﻜﻔﻮﺍ ﻳﻌﻠﻤﻮﻥ
ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﻳﺒﻴﻨﻮﻥ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺍﻟﺴﻨﺔ ,ﻫﺬﻩ ﻟﻢ ﺗﺄﺕ ﺇﻻ ﻣﻦ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻤﺨﺎﻟﻔﻴﻦ ﻣﻦ
ﺍﻟﺠﻬﻠﺔ ﺃﻭ ﻣﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﺪﻉ , ﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻟﻪ ﻣﻘﺼﺪ ﺣﺴﻦ, ﻟﻜﻦ ﻣﻦ ﻇﻦ ﺃﻥ ﻫﺬﻩ
ﻭﺳﻴﻠﺔ ﻟﻠﺪﻋﻮﺓ ﻓﻬﻮ ﻣﺨﻄﺊ .
) ﻣﻔﺮﻍ ﻣﻦ ﺷﺮﻳﻂ ﻋﻦ ﺿﻮﺍﺑﻂ ﺍﻟﻬﺠﺮ )
“Sebagaimana yang aku sebutkan bahwa (istilah)
Ahlus Sunnah bukanlah sesuatu yang manusia dapat
berijtihad padanya dengan hawa nafsu mereka bahwa
ia termasuk Ahlus Sunnah atau ahlul bid’ah, sebab
jika demikian, maka banyak dari kalangan ahlul
bid’ah yang mengaku diri mereka sebagai Ahlus
Sunnah, dan yang menyelisihi mereka sebagai ahlul
bid’ah. Ini merupakan perkara tauqifi (bersandar
kepada nash), Ahlus Sunnah adalah yang
menegakkan sunnah secara ilmu, amal, dan
dakwahnya. Kembalilah kepada nash-nash yang ada,
siapa yang amalannya sesuai dengan amalan Nabi
shallallahu alaihi wasallam maka dia termasuk dari
kalangan Ahlus Sunnah, dan siapa yang menyelisihi
petunjuk Nabi Shallallahu alaihi wasallam maka dia
termasuk dari kalangan ahlul bid’ah yang keluar dari
Sunnah. Maka Sunnah merupakan perkara yang
dimaklumi, prinsip-prinsip sunnah juga telah
diketahui, dalam masalah tauhid, masalah takdir,
masalah iman, tentang sahabat Nabi Shallallahu
alaihi wasallam, tentang penguasa, tentang bergaul
dengan para ulama, tentang mengajak kepada jalan
Allah Azza wajalla.
Dakwah Ahlus Sunnah jelas dan tidak tersamarkan,
demi Allah, jika sekiranya manusia mengenal sunnah
dan para pemeluknya, maka tidak seorang pun yang
akan memusuhinya. Akan tetapi manusia jahil
terhadap Sunnah, dan jahil terhadap hakekatnya,
sehingga mereka memusuhinya karena kejahilan
mereka, padahal Sunnah merupakan kemaslahatan
yang besar di dunai dan akhirat bagi setiap orang.
untuk kemaslahatan penguasa, dan kemaslahatan
rakyat, untuk kemaslahatan orang tua, dan juga untuk
kemaslahatan anak-anak, untuk kemaslahatan para
lelaki, dan juga para wanita, untuk kemaslahatan
orang-orang miskin dan juga orang-orang kaya, tidak
ada satu pun dari elemen umat ini melainkan dengan
Sunnah sebagai pertolongannya, tidak seorang pun
yang meninggalkannya dan yang mengingkarinya.
Maka As-Sunnah adalah apa yang disunnahkan oleh
Nabi Shallallahu alaihi wasallam, dan apa yang para
khulafa ar-rasyidin berada di atasnya dari
setelahnya, sementara bid’ah adalah selain itu,
sebagaimana yang diberitakan oleh Nabi shallallahu
alaihi wasallam.
Kemudian para ulama menyebut ketentuan dalam
masalah ini, karena banyak yang mengaku bahwa
mereka berdalil dengan nash-nash dari Al-kitab dan
As-sunnah, dan mereka mengatakan: berfirman
Allah, bersabda Rasul-Nya Shallallahu alaihi
wasallam. Namun para ulama menyebutkan
ketentuan yang penting dalam permasalahan ini,
mereka berkata: berdalil dengan nash-nash dari Al-
kitab dan As-sunnah dengan pemahaman pendahulu
umat ini. Ketika kami mengatakan: berdalil dengan
Al-kitab dan As-sunnah, maka termasuk didalamnya
kelompok khawarij. Khawarij menyangka bahwa
mereka berdalil dengan Al-kitab dan As-sunnah,
namun apakah diatas pemahaman pendahulu umat
ini? Apakah mereka termasuk Ahlus Sunnah? Tidak,
mereka tidak mengambil faedah dari Ali, dan mereka
tidak mengambil manfaat ilmu darinya, bahkan
mereka mengkafirkannya. Jadi, mereka ini keluar
dari sunnah, sebab mereka tidak berdalil dengan Al-
Kitab dan As-Sunnah yang dibangun diatas
pemahaman pendahulu umat ini. Ahlus Sunnah, jika
ingin menafsirkan sebuah ayat, maka ia merujuk
kepada tafsir Ahlus Sunnah. Apa yang diucapkan
Ibnu Abbas, apa yang diucapkan oleh Mujahid, apa
yang diucapkan oleh Qatadah, lalu dia membangun
pemahamannya diatas pendapat para ahli ilmu.
Sedangkan ahlul bid’ah, adalah yang mendatangkan
nash-nash dan berdalil dengannya, dan dibangun
diatas pemahamannya.Terkadang dia membangun
pendapatnya diatas dalil-dalil, namun yang ditinjau
adalah pemahaman.
Oleh karenanya, berkata Syeikhul Islam: “Kesesatan
dapat terjadi dari dua arah:
Adakalanya dia berdalil dengan yang bukan dalil,
atau dia salah dalam memahami dalil. Apabila dapat
terpenuhi dua perkara, maka dia selamat dari
kesalahan, yaitu keshahihan dalil dan benarnya
pemahaman. Dalam hal benarnya pemahaman, tidak
mungkin seseorang dari kita mengklaim demikian,
karena setiap orang selalu menyangka bahwa
akalnya adalah yang terbaik, dan pemahamannya
adalah yang terbaik. Namun yang menjadi ketentuan
dalam hal ini, adalah engkau kembali kepada
pemahaman sahabat Nabi Shallallahu alaihi
wasallam, dan pemahaman pendahulu umat ini, apa
yang mereka katakan dalam menjelaskan makna ayat
ini, apa yang mereka jelaskan dalam makna hadits
ini. Jika kita telah berpegang dengan prinsip ini,
maka mereka adalah ahlus sunnah. Kemudian
setelah itu, bisa terjadi kesalahan, namun kesalahan
ini tidak mungkin membatalkan prinsip-prinsip
tersebut. Barangsiapa yang menmpuh jalan ini,dan
sampai kepada tingkatan ini dalam mencari dalil,dia
berdalil dengan dalil yang shahih dan dibangun
diatas pemahaman yang shahih,iya,terkadang terjadi
padanya kesalahan dalam sebagian perkara,
sebagaimana yang dialami kaum Salaf, namun tidak
mungkin membatalkan prinsip dari prinsip-prinsip
Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Inilah ketentuan As-Sunah dan Ahlus Sunnah. Dan
tidak setiap orang yang berkata bahwa Allah
berfirman, bersabda Rasulullah Shallallahu alaihi
wasallam, berarti dia benar dalam pemahamannya,
walaupun firman Allah dan sabda Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam adalah haq, namun yang
ditinjau adalah pemahaman yang benar.
Adapun orang yang bersikap loyal kepada ahlul
bid’ah, dan menguatkan mereka, dan menyimpang
dari ahlus sunnah, maka ini termasuk tanda yang
paling besar yang disebutkan oleh para ulama bahwa
itu termasuk tanda ahlul bid’ah, mereka mengatakan:
diantara tanda ahlul bid’ah adalah mencela ahlul
atsar (para tokoh Ahlus Sunnah, pen). Kamu tidak
mendapati seseorang (dari ahlus sunnah) yang
mencela Bukhari, Muslim, Ahmad, Malik dan para
imam hadits, dan mencela ulama ahlus sunnah yang
hidup di masa sekarang dan yang selainnya.
Kita mengetahui dari ulama zaman kita seperti Syekh
Abdul aziz Bin Baaz, Ibnu Utsaimin, Al-Albani,
mereka ini demi Allah, kami tidak mengatakan
bahwa mereka itu ma’shum, namun kami tidak
mengenal yang semisal mereka dalam hal
menghidupkan sunnah, menegakkannya, dan
mendakwahkannya. Kami tidak mengetahui
seseorang yang menyimpang dari mereka melainkan
dia berada diatas kadar penyimpangannya, telah
terjatuh kedalam bid’ah. Dan bukan pula yang
dimaksud menyimpang dari mereka, bila ada seorang
mujtahid alim dari sahabatnya mengatakan: telah
salah si fulan, dan benar si fulan. Ini bukan
penyimpangan, namun dia adalah orang yang
mencintai yang memberi nasehat, namun yang
merendahkan mereka dan menuduh mereka dengan
bid’ah, dan menuduh mereka seperti apa yang
terdapat dalam pertanyaan, bahwa mereka adalah
ulama haid dan nifas, maka ini menunjukkan
kejahilannya. Haid dan nifas, hukum keduanya
terdapat dalam Kitabullah. Yang menganggap remeh
kedudukan ilmunya, termasuk penolakan terhadap
Allah dan Rasul-Nya.
Dan yang mengatakan ucapan ini, jika memang
demikian yang dia ucapkan, demi Allah
dikhawatirkan atasnya kekafiran ,jika orang tersebut
merendahkannya disebabkan karena ilmunya tentang
haid dan nifas. Jika sekiranya kita seperti yang
lainnya yang melihat buku-buku yang didasari atas
pemikiran semata, yang engkau tidak mendapati di
dalamnya ada permasalahan dalam akidah, dan
engkau tidak mendapati permasalahan yang
menjelaskan hukum syar’i dalam masalah fikih, dan
yang ada hanyalah pendapat, pandangan, pemikiran,
terjun dalam politik, ucapannya dibangun di atas
ucapan manusia, engkau tidak mendapati dalam
kitab-kitab mereka ayat ataupun hadits, namun
hanya sekedar menggunakan akal. Jika sekiranya
manusia menjalani cara ini, demi Allah akan muncul
satu zaman dimana manusia tidak lagi mengetahui
bagaimana cara mereka shalat. Namun mereka tidak
mengetahui kerusakan buku-buku ini, sebab mereka
masih bersama para ulama, dan ilmu masih
menyebar. Akan tetapi jika ahlus sunnah telah pergi,
dan tidak lagi ada yang tinggal kecuali mereka ini,
maka tidak ada lagi yang tertinggal dari agama
Allah. Adapun Ahlus Sunnah, maka kebaikan telah
terkumpul pada mereka, jika engkau bertanya tentang
ilmu, maka ada pada mereka, jika engkau bertanya
tentang amar ma’ruf dan nahi mungkar, maka ada
pada mereka, jika engkau bertanya tentang ibadah
dan kesungguhan, maka ada pada mereka, jika
engkau bertanya tentang keta’atan terhadap
penguasa dalam batasan-batasan syari’at, maka ada
pada mereka, jika engkau bertanya tentang mereka
yang selalu memberi nasehat kepada penguasa,
maka merekalah ahlus sunnah. Maka kebaikan
terkumpul pada ahlus sunnah. Dan ini bukan berarti
bahwa seseorang tersebut ma’shum, namun mereka
secara menyeluruh, kebenaran tidak keluar dari
mereka.
Adapun yang terdapat dalam pertanyaan tentang
nasyid, yaitu yang dinamakan dengan nasyid islami,
maka ini bukan dari Sunnah. Dan jika ini dianggap
sebagai sarana dakwah –sebagaimana yang diyakini
oleh sebagian orang- , maka manakah dalil atas hal
ini dari petunjuk Nabi Shallallahu alaihi wasallam,
karena sesungguhnya sarana dakwah yang bersifat
ibadah seluruhnya telah ditunjuki oleh dalil-dalil. Dan
hendaklah dibedakan antara sarana dakwah yang
bersifat ibadah dengan sarana dakwah yang bersifat
adat kebiasaan. sarana dakwah yang bersifat ibadah
adalah sarana ibadah yang tidak diperkenankan
untuk keluar darinya, misalnya melakukan hajr
(pemboikotan) sebagai manhaj, dan diantara yang
ditempuh dalam berdakwah, menulis karya termasuk
sarana, ilmu termasuk sarana, nasehat dan
penjelasan termasuk sarana, menghilangkan syubhat
dan berdialog dengan cara yang paling baik,
termasuk diantara sarana dakwah yang benar. Maka
barangsiapa yang mengingkari sesuatu dari perkara
ini maka dia ahlul bid’ah.
Adapun sarana yang berupa adat kebiasaan, seperti
menggunakan pengeras suara, menggunakan kaset,
menggunakan kitab, adanya universitas –universitas
sekarang ini, adanya berbagai sarana yang lainnya,
maka sarana yang bersifat adat kebiasaan, dan kita
tidak mengatakan bahwa bid’ah masuk kedalamnya,
sebab bagaimanapun manusia membuat rancangan
baru dari berbagai sarana ini, maka
menggunakannya adalah perkara yang disyari’atkan,
karena sarana ini bersifat adat kebiasaan dan bukan
ibadah. Oleh karenanya, kita tidak mengatakan
bahwa dakwah hanya dibatasi oleh pengeras suara,
dan tidak ada dakwah yang benar kecuali apabila
seseorang menggunakan pembesar suara, atau
menggunakan radio, atau yang lainnya, namun itu
hanyalah sarana untuk menyampaikan ucapan, dan
bukan tujuan.
Adapun sarana yang bersifat syar’i maka tidak
diperkenankan untuk keluar darinya. Bila ada
seseorang datang lalu berkata: “orang yang
menyelisihi (sunnah) tidak boleh dihajr”, demi Allah,
kita mentabdi’nya (menuduhnya berbuat bid’ah), dan
kita meragukan agamanya, sebab dia telah
menyelisihi petunjuk Nabi Shallallahu alaihi
wasallam. Tapi jika ada seseorang datang di masa
sekarang ini dan berkata: “Saya tidak akan
menggunakan pengeras suara dalam berdakwah di
jalan Allah Azza wa Jalla, namun saya akan
berbicara di hadapan manusia dan mengangkat
suara saya sampai manusia mendengar suaraku.”
Apakah kita mengatakan padanya : “Kamu ahlul
bid’ah?.” Tentunya tidak, sebab ini hanyalah sarana
yang menjadi kebiasaan setempat, maka barangsiapa
yang ingin menggunakan sarana ini atau
meninggalkannya, maka tidak ada kesempitan
atasnya. Maka nasyid bukanlah sarana yang
disyari’atkan, barangsiapa yang meyakini bahwa itu
wasilah maka dia ahlul bid’ah, menyelisihi petunjuk
Nabi Shallallahu alaihi wasallam.
Adapun kalau yag dimaksud adalah sebagai
permainan dan senda gurau, maka telah diketahui
bahwa senda gurau dan permainan bukanlah dari
agama Allah. Adapun orang yang meyakini bahwa
nasyid-nasyid ini sebagai tahapan yang manusia
berpindah dari mendengar nyanyian kepada
mendengar nasyid, lalu setelah itu mendengar Al-
Qur’an, maka ini –demi Allah- termasuk kejahilan,
karena dia tidak mengajak manusia kepada al-haq,
namun diajak kepada sebuah tahapan sebelum al-
haq, maka seseorang tidak mungkin menjadi benar
taubatnya, dan diterima hingga ia meninggalkan
perbuatan menyelisihi menuju kepada sunnah dan
kebenaran, maka bagaimana mungkin kita
memindahkannya menuju sebuah tahapan dibawah
sebelum al-haq, lalu jika dia mati dalam keadaan
berada pada tahapan ini, maka siapa yang akan
menanggung dosanya? Anda berdakwah dan
mengatakan: “Bertakwalah kepada Allah, tinggalkan
nyanyian dan dengarkanlah nasyid”, padahal juga
telah dimaklumi bahwa di dalam nasyid banyak
terjadi pelanggaran, diantaranya merasa enak dengan
mendengar suara para pelantun nasyid dari kalangan
para pemuda dan selain mereka, berapa banyak yang
terfitnah disebabkan mereka ini, sehingga terdengar
persis seperti nyanyian, dan bahkan telah menjadi
kesibukan sebagian manusia, dan barangsiapa yang
membiasakan diri dengannya maka hal tersebut akan
melemahkannya untuk mendengarkan Al-Qur’an.
Jika kalian menemukan satu problem, maka
kembalilah kepada para ulama kita, apakah mereka
pernah membuat tim untuk para pelantun nasyid di
sela-sela pelajaran mereka?, dan di masjid-masjid?
Ataukah mereka tetap mengajari manusia ilmu dan
menjelaskan kepada manusia tentang sunnah. Hal ini
tidaklah datang kecuali dari sebagian orang-orang
yang menyelisihi (al-haq) dari kalangan orang-orang
bodoh, atau dari kalangan ahlul bid’ah. Mungkin saja
seseorang memiliki niat yang baik, namun
barangsiapa yang menyangka bahwa hal ini
termasuk sarana dalam berdakwah maka sungguh
dia telah keliru”.
(Dikutip dari kaset yang menjelaskan tentang
Dhawabit fil Hajr, terdiri dari dua kaset, dan tanya
jawab ini terdapat pada kaset yang kedua, pada sesi
tanya jawab. Kasetnya ada pada kami).
Perhatikan beberapa ucapan beliau tersebut, lalu
cocokkan dengan apa yang diucapkan oleh
Abdurrahaman Abdul Khaliq pada penukilan
sebelumnya, maka anda akan mendapati bahwa sifat
yang beliau sebutkan ini sangat tepat diterapkan
kepada Abdurrahman Abdul Khaliq, dan orang-orang
yang sepemikiran dengannya.Wallahul musta’an.
(BERSAMBUNG INSYA ALLAH)
Catatan :
(1) Yakni Asy-Syaikh ‘Abdul Muhsin telah
mengtaqridh kitab Madarikun Nazhar dan
memberikan pengantar. Dalam pengantar kitab
tersebut beliau menyinggung beberapa orang, yakni
yang beliau maksud di situ adalah : ‘Aidh Al-Qarni,
Salman Al-‘Audah, Safar Al-Hawali, dan Nashir
Al-‘Umar, mereka adalah tokoh-tokoh utama
kelompok Sururiyyah dan Quthbiyyah. Bagi yang
pernah membaca kitab Madarikun Nazhar pasti tahu
perkara ini.
(2) Yaitu pemikiran yang selalu digembar-
gemborkan oleh Safar dan Salman, dan
Abdurrahman Abdul Khaliq.
(3) Yakni bukan yang dimaukan syaikh : rifqan
(bersikap lembutlah) wahai ahlus sunnah terhadap
ikhwanul muslimin, atau rifqan wahai ahlus sunnah
terhadap orang-orang yang gandrung dengan
pemikiran-pemikiran Sayyid Quthb, Fifqan wahai
Ahlus Sunnah terhadap pergerakan-pergerakan
hizbiyyah… dst. Tapi yang dituju dan dimaukan oleh
syaikh dengan kitab tersebut adalah sesama/intern
Ahlus Sunnah.
(4) Potongan dari ceramah beliau ketika datang
berkunjung ke Indonesia. Karena terlalu panjang,kami
tidak menukil semua yang beliau katakan, namun
kami hanya menukil yang menjadi sebab beliau
membela organisasi ini. Namun ada beberapa hal
yang perlu kami bahas berkenaan tentang Tanya
jawab tersebut, insya Allah akan kita bahas
dikesempatan yang lain.
(5) Sengaja kami tidak memotong fatwa beliau, dan
kami sebutkan secara lengkap, agar kita
mendapatkan faedah dari beberapa hal lain yang
menjadi kegiatan para hizbiyyin
(Dikutip dari tulisan Al Ustadz Abu Karimah Askari
bin Jamal Al-Bugisi, judul asli ULAMA AHLUS
SUNNAH TIDAK MEREKOMENDASI IHYA ATTURATS
(2). URL Sumber http://www.al-ilmu.info/index.php?
name=News&file=article&sid=626
Kunjungi situs kami di www.tunas -tauhid.blogspot.com

Penyimpangan - Penyimpangan ihya atturots seasons 7 bag. 1

Penulis: Al Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-
Bugisi

Ulama Ahlus Sunnah Tidak Merekomendasi Ihya At
Turats ( bag.1)

Fatwa Syaikh Bin Baaz tentang sebagian amalan
organisasi Ihya At-Turats
Barangsiapa yang memperhatikan secara seksama
fatwa-fatwa Syaikh Bin Baaz rahimahullah,
khususnya berkenaan tentang masalah politik, masuk
parlemen, bai’at dan yang semisalnya, dia akan
mengetahui bahwa seandainya beliau – Syaikh Ibn
Baz- mengetahui hakekat penyimpangan dari
organisasi ini, niscaya beliau tidak akan memberi
rekomendasi tersebut. Diantara bukti yang
menunjukkan hal tersebut adalah fatwa beliau
tentang masalah bai’at. Berikut nash fatwa tersebut:
ﺍﻟﺮﻗﻢ : 2/2808 ﺍﻟﺘﺎﺭﻳﺦ : 1416/8/18 ﻫـ
ﻣﻦ ﻋﺒﺪﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ﺑﻦ ﻋﺒﺪﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﺑﺎﺯ ﺇﻟﻰ ﺣﻀﺮﺓ ﺍﻷﺥ ﺍﻟﻤﻜﺮﻡ .…/
ﺳﻼﻡ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻭﺭﺣﻤﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺑﺮﻛﺎﺗﻪ .… ﻭﺑﻌﺪ
ﻓﺄﺷﻴﺮ ﺇﻟﻰ ﺍﺳﺘﻔﺘﺎﺋﻚ ﺍﻟﻤﻔﻴﺪ ﺑﺎﻷﻣﺎﻧﺔ ﺍﻟﻌﺎﻣﺔ ﻟﻬﻴﺌﺔ ﻛﺒﺎﺭ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺑﺮﻗﻢ
) 3285 (
ﻭﺗﺎﺭﻳﺦ 1416/7/11 ﻫـ . ﺍﻟﺬﻱ ﺗﺴﺄﻝ ﻓﻴﻪ ﻋﻦ ﺣﻜﻢ ﺗﻨﺼﻴﺐ ﺃﻣﻴﺮ ﺗﺠﺐ
ﻃﺎﻋﺘﻪ ﻓﻲ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﺍﻟﺪﻋﻮﻳﺔ
ﻭﺍﻓﻴﺪﻙ ﺃﻧﻪ ﺳﺒﻖ ﺍﻥ ﺻﺪﺭ ﻣﻦ ﺍﻟﻠﺠﻨﺔ ﺍﻟﺪﺍﺋﻤﺔ ﻟﻠﺒﺤﻮﺙ ﺍﻟﻌﻠﻤﻴﺔ ﻭﺍﻻﻓﺘﺎﺀ ﻓﺘﻮﻯ
ﻓﻴﻤﺎ
ﺳﺄﻟﺖ ﻋﻨﻪ ﻓﻨﺮﻓﻖ ﻟﻚ ﻧﺴﺨﺔ ﻣﻨﻬﺎ ﻭﻓﻴﻬﺎ ﺍﻟﻜﻔﺎﻳﺔ ﺇﻥ ﺷﺎﺀ ﺍﻟﻠﻪ .
ﻭﻓﻖ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺠﻤﻴﻊ ﻟﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﺭﺿﺎﻩ ﺇﻧﻪ ﺳﻤﻴﻊ ﻣﺠﻴﺐ .
ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﻭﺭﺣﻤﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺑﺮﻛﺎﺗﻪ . . .
ﺍﻟﻤﻔﺘﻲ ﺍﻟﻌﺎﻡ ﻟﻠﻤﻤﻠﻜﺔ ﺍﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﺍﻟﺴﻌﻮﺩﻳﺔ
ﻭﺭﺋﻴﺲ ﻫﻴﺌﺔ ﻛﺒﺎﺭ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻭﺇﺩﺍﺭﺓ ﺍﻟﺒﺤﻮﺙ ﺍﻟﻌﻠﻤﻴﺔ ﻭﺍﻹﻓﺘﺎﺀ
ﻓﺘﻮﻯ ﺭﻗﻢ ) 16098( ﻭﺗﺎﺭﻳﺦ 1414/7/5 ﻫـ .
ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﻭﺣﺪﻩ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻻ ﻧﺒﻲ ﺑﻌﺪﻩ .. ﻭﺑﻌﺪ :
ﺍﻟﺠﻮﺍﺏ : ﻻ ﺗﺠﻮﺯ ﺍﻟﺒﻴﻌﺔ ﺇﻻّ ﻟﻮﻟﻲ ﺃﻣﺮ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻭﻻ ﺗﺠﻮﺯ ﻟﺸﻴﺦ ﻃﺮﻳﻘﺔ ﻭﻻ
ﻟﻐﻴﺮﻩ ﻷﻥ ﻫﺬﺍ ﻟﻢ ﻳﺮﺩ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺍﻟﻮﺍﺟﺐ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺴﻠﻢ
ﺃﻥ ﻳﻌﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻤﺎ ﺷﺮﻉ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺍﺭﺗﺒﺎﻁ ﺑﺸﺨﺺ ﻣﻌﻴﻦ ﻭﻷﻥ ﻫﺬﺍ ﻣﻦ ﻋﻤﻞ
ﺍﻟﻨﺼﺎﺭﻯ ﻣﻊ ﺍﻟﻘﺴﺎﻭﺳﺔ ﻭﺭﺅﺳﺎﺀ ﺍﻟﻜﻨﺎﺋﺲ ﻭﻟﻴﺲ ﻣﻌﺮﻭﻓﺎ ﻓﻲ ﺍﻹﺳﻼﻡ .
ﺍﻟﻠﺠﻨﺔ ﺍﻟﺪﺍﺋﻤﺔ ﻟﻠﺒﺤﻮﺙ ﺍﻟﻌﻠﻤﻴﺔ ﻭﺍﻹﻓﺘﺎﺀ
ﺍﻟﺮﺋﻴﺲ ﻧﺎﺋﺐ ﺭﺋﻴﺲ ﺍﻟﻠﺠﻨﺔ
ﻋﺒﺪﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ﺑﻦ ﻋﺒﺪﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﺑﺎﺯ ﻋﺒﺪﺍﻟﺮﺯﺍﻕ ﻋﻔﻴﻔﻲ
ﻋﻀﻮ ﻋﻀﻮ
ﻋﺒﺪﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﻐﺪﻳﺎﻥ ﺻﺎﻟﺢ ﺑﻦ ﻓﻮﺯﺍﻥ ﺍﻟﻔﻮﺯﺍﻥ
ﺑﻜﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪﺍﻟﻠﻪ ﺃﺑﻮ ﺯﻳﺪ ﻋﺒﺪﺍﻟﻌﺰﻳﺰ ﺑﻦ ﻋﺒﺪﺍﻟﻠﻪ ﺑﻦ ﻣﺤﻤﺪ ﺁﻝ ﺷﻴﺦ
Berikut terjemahannya :
Syaikh Ibn Baz : “Pada fatwa no: 3285, tanggal:
11-7-1416 H, yang engkau tanyakan padanya
tentang hukum mengangkat pemimpin yang wajib
dita’ati dalam perkara dakwah dan aku memberi
faidah kepadamu bahwa telah terdahulu muncul
fatwa dari Lajnah Da’imah lil Buhuts al-Ilmiyyah
tentang apa yang engkau tanyakan maka kami
sertakan salinan darinya dan itu sudah cukup insya
Allah. Semoga Allah memberi taufik kepada
semuanya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan
Maha Mengabulkan.”
Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Mufti umum kerajaan Arab Saudi dan kepala
lembaga para ulama besar dan kantor penelitian
ilmiah dan fatwa.
Adapun yang dimaksud oleh beliau adalah fatwa
no:16098, tertanggal: 5-7-1414 H:
”Alhamdulillah hanya bagi-Nya, shalawat dan salam
atas Nabi yang tiada nabi setelahnya.Wa ba’du:
Jawaban: “Tidak diperbolehkan bai’at kecuali kepada
pemerintah kaum muslimin dan tidak boleh kepada
Syaikh tarikat dan juga kepada yang lainnya, sebab
ini tidak ada asalnya dari Nabi Shallallahu alaihi
wasallam. Wajib bagi bagi seorang muslim untuk
beribadah kepada Allah dengan apa yang
disyari’atkan-Nya, dengan tanpa ikatan dari orang
tertentu dan sebab ini termasuk perbuatan kaum
Nashara terhadap pendeta dan para pemimpin gereja
yang tidak dikenal di dalam Islam.
Lajnah Da’imah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal-Ifta’
Ketua : Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz
Wakil ketua : Abdurrazzaq Afifi
Anggota : – Abdullah bin Abdurrahman Al-
Ghudayyan
- Bakr Abu Zaid
- Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
- Abdul Aziz bin Abdillah bin Muhammad Alus Syaikh
(diambil dari situs http://www.sahab.net dan juga
dalam kaset “Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb”, kaset
no:495, dimana beliau menjawab tiga pertanyaan
seputar masalah bai’at kepada selain penguasa –
yang mirip dengan jawaban tersebut di atas – namun
dengan jawaban yang lebih rinci.)
Nah, bagaimana mungkin bagi Syaikh bin Baaz akan
merekomendasi mereka, jika sekiranya beliau
mengetahui hakekat hizbiyyah yang ada pada
mereka. Demikian pula diantara yang menunjukkan
hal tersebut adalah fatwa beliau tatkala seseorang
bertanya dengan nash pertanyaan sebagai berikut
(terjemahannya) :
“Apa yang engkau nasehatkan kepada para da’i
berkenaan tentang sikap mereka terhadap ahli
bid’ah? Sebagaimana kami berharap darimu yang
mulia bimbingan nasehat secara khusus kepada para
pemuda yang terpengaruh dengan sikap loyalitas
hizbiyyah yang berlabel agama?”
Maka beliau menjawab dengan nash sebagai berikut:
ﻧﻮﺻﻲ ﺇﺧﻮﺍﻧﻨﺎ ﺟﻤﻴﻌﺎ ﺑﺎﻟﺪﻋﻮﺓ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﺑﺎﻟﺤﻜﻤﺔ ﻭﺍﻟﻤﻮﻋﻈﺔ ﺍﻟﺤﺴﻨﺔ
ﻭﺍﻟﺠﺪﺍﻝ ﺑﺎﻟﺘﻲ ﻫﻲ ﺃﺣﺴﻦ؟ ﺃﻣﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﺑﺬﻟﻚ ﻣﻊ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻭﻣﻊ
ﺍﻟﻤﺒﺘﺪﻋﺔ ﺇﺫﺍ ﺃﻇﻬﺮﻭﺍ ﺑﺪﻋﺘﻬﻢ ، ﻭﺃﻥ ﻳﻨﻜﺮﻭﺍ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺳﻮﺍﺀ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﻴﻌﺔ ﺃﻭ
ﻏﻴﺮﻫﻢ- ﻓﺄﻱ ﺑﺪﻋﺔ ﺭﺁﻫﺎ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﻭﺟﺐ ﻋﻠﻴﻪ ﺇﻧﻜﺎﺭﻫﺎ ﺣﺴﺐ ﺍﻟﻄﺎﻗﺔ ﺑﺎﻟﻄﺮﻕ
ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ . ﻭﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﻫﻲ ﻣﺎ ﺃﺣﺪﺛﻪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻭﻧﺴﺒﻮﻩ ﺇﻟﻴﻪ ﻭﻟﻴﺲ ﻣﻨﻪ ،
ﻟﻘﻮﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ )) : ﻣﻦ ﺃﺣﺪﺙ ﻓﻲ ﺃﻣﺮﻧﺎ ﻫﺬﺍ ﻣﺎ ﻟﻴﺲ ﻣﻨﻪ ﻓﻬﻮ ﺭﺩ (( ﻭﻗﻮﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ
ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ :
))ﻣﻦ ﻋﻤﻞ ﻋﻤﻼ ﻟﻴﺲ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻣﺮﻧﺎ ﻓﻬﻮ ﺭﺩ (( ﻭﻣﻦ ﺃﻣﺜﻠﺔ ﺫﻟﻚ ﺑﺪﻋﺔ ﺍﻟﺮﻓﺾ ،
ﻭﺑﺪﻋﺔ ﺍﻻﻋﺘﺰﺍﻝ ، ﻭﺑﺪﻋﺔ ﺍﻹﺭﺟﺎﺀ ، ﻭﺑﺪﻋﺔ ﺍﻟﺨﻮﺍﺭﺝ ، ﻭﺑﺪﻋﻪ ﺍﻻﺣﺘﻔﺎﻝ ﺑﺎﻟﻤﻮﺍﻟﺪ ،
ﻭﺑﺪﻋﺔ ﺍﻟﺒﻨﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻘﺒﻮﺭ ﻭﺍﺗﺨﺎﺫ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﺪﻉ ، ﻓﻴﺠﺐ
ﻧﺼﺤﻬﻢ ﻭﺗﻮﺟﻴﻬﻬﻢ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺨﻴﺮ ، ﻭﺇﻧﻜﺎﺭ ﻣﺎ ﺃﺣﺪﺛﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﺪﻉ ﺑﺎﻷﺩﻟﺔ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ
ﻭﺗﻌﻠﻴﻤﻬﻢ ﻣﺎ ﺟﻬﻠﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﻖ ﺑﺎﻟﺮﻓﻖ ﻭﺍﻷﺳﻠﻮﺏ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﻭﺍﻷﺩﻟﺔ ﺍﻟﻮﺍﺿﺤﺔ ﻟﻌﻠﻬﻢ
ﻳﻘﺒﻠﻮﻥ ﺍﻟﺤﻖ .
ﺃﻣﺎ ﺍﻻﻧﺘﻤﺎﺀﺍﺕ ﺇﻟﻰ ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ ﺍﻟﻤﺤﺪﺛﺔ ﻓﺎﻟﻮﺍﺟﺐ ﺗﺮﻛﻬﺎ ، ﻭﺃﻥ ﻳﻨﺘﻤﻲ ﺍﻟﺠﻤﻴﻊ ﺇﻟﻰ
ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺳﻨﺔ ﺭﺳﻮﻟﻪ ، ﻭﺃﻥ ﻳﺘﻌﺎﻭﻧﻮﺍ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﺑﺼﺪﻕ ﻭﺇﺧﻼﺹ ، ﻭﺑﺬﻟﻚ
ﻳﻜﻮﻧﻮﻥ ﻣﻦ ﺣﺰﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺬﻱ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻴﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻓﻲ ﺁﺧﺮ ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻤﺠﺎﺩﻟﺔ :
}ﺃَﻻ ﺇِﻥَّ ﺣِﺰْﺏَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻤُﻔْﻠِﺤُﻮﻥَ { ﺑﻌﺪﻣﺎ ﺫﻛﺮ ﺻﻔﺎﺗﻬﻢ ﺍﻟﻌﻈﻴﻤﺔ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ
ﺗﻌﺎﻟﻰ : }ﻻ ﺗَﺠِﺪُ ﻗَﻮْﻣًﺎ ﻳُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ﻳُﻮَﺍﺩُّﻭﻥَ ﻣَﻦْ ﺣَﺎﺩَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ
ﻭَﺭَﺳُﻮﻟَﻪُ { ﺍﻵﻳﺔ . ﻭﻣﻦ ﺻﻔﺎﺗﻬﻢ ﺍﻟﻌﻈﻴﻤﺔ ﻣﺎ ﺫﻛﺮﻩ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻓﻲ ﺳﻮﺭﺓ
ﺍﻟﺬﺍﺭﻳﺎﺕ ﻓﻲ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ :
} ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﻤُﺘَّﻘِﻴﻦَ ﻓِﻲ ﺟَﻨَّﺎﺕٍ ﻭَﻋُﻴُﻮﻥٍ ﺁﺧِﺬِﻳﻦَ ﻣَﺎ ﺁﺗَﺎﻫُﻢْ ﺭَﺑُّﻬُﻢْ ﺇِﻧَّﻬُﻢْ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻗَﺒْﻞَ ﺫَﻟِﻚَ
ﻣُﺤْﺴِﻨِﻴﻦَ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻗَﻠِﻴﻠًﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻣَﺎ ﻳَﻬْﺠَﻌُﻮﻥَ ﻭَﺑِﺎﻟْﺄَﺳْﺤَﺎﺭِ ﻫُﻢْ ﻳَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻭﻥَ ﻭَﻓِﻲ
ﺃَﻣْﻮَﺍﻟِﻬِﻢْ ﺣَﻖٌّ ﻟِﻠﺴَّﺎﺋِﻞِ ﻭَﺍﻟْﻤَﺤْﺮُﻭﻡِ { ﻓﻬﺬﻩ ﺻﻔﺎﺕ ﺣﺰﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳﺘﺤﻴﺰﻭﻥ ﺇﻟﻰ ﻏﻴﺮ
ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ، ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﻭﺍﻟﺴﻴﺮ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﻬﺞ ﺳﻠﻒ ﺍﻷﻣﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ
ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻢ ﻭﺃﺗﺒﺎﻋﻬﻢ ﺑﺈﺣﺴﺎﻥ . ﻓﻬﻢ ﻳﻨﺼﺤﻮﻥ ﺟﻤﻴﻊ ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ ﻭﺟﻤﻴﻊ
ﺍﻟﺠﻤﻌﻴﺎﺕ ﻭﻳﺪﻋﻮﻧﻬﻢ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺘﻤﺴﻚ ﺑﺎﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ، ﻭﻋﺮﺽ ﻣﺎ ﺍﺧﺘﻠﻔﻮﺍ ﻓﻴﻪ
ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ ﻓﻤﺎ ﻭﺍﻓﻘﻬﻤﺎ ﺃﻭ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﻓﻬﻮ ﺍﻟﻤﻘﺒﻮﻝ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺤﻖ ، ﻭﻣﺎ ﺧﺎﻟﻔﻬﻤﺎ ﻭﺟﺐ
ﺗﺮﻛﻪ . ﻭﻻ ﻓﺮﻕ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﺑﻴﻦ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﺍﻹﺧﻮﺍﻥ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ، ﺃﻭ ﺃﻧﺼﺎﺭ ﺍﻟﺴﻨﺔ
ﻭﺍﻟﺠﻤﻌﻴﺔ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ ، ﺃﻭ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﺍﻟﺘﺒﻠﻴﻎ ﺃﻭ ﻏﻴﺮﻫﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻤﻌﻴﺎﺕ ﻭﺍﻷﺣﺰﺍﺏ
ﺍﻟﻤﻨﺘﺴﺒﺔ ﻟﻺﺳﻼﻡ . ﻭﺑﺬﻟﻚ ﺗﺠﺘﻤﻊ ﺍﻟﻜﻠﻤﺔ ﻭﻳﺘﺤﺪ ﺍﻟﻬﺪﻑ ﻭﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﺠﻤﻴﻊ ﺣﺰﺑﺎ
ﻭﺍﺣﺪﺍ ﻳﺘﺮﺳﻢ ﺧﻄﻲ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﻭﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻫﻢ ﺣﺰﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺃﻧﺼﺎﺭ ﺩﻳﻨﻪ
ﻭﺍﻟﺪﻋﺎﺓ ﺇﻟﻴﻪ . ﻭﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺍﻟﺘﻌﺼﺐ ﻷﻱ ﺟﻤﻌﻴﺔ ﺃﻭ ﺃﻱ ﺣﺰﺏ ﻓﻴﻤﺎ ﻳﺨﺎﻟﻒ ﺍﻟﺸﺮﻉ
ﺍﻟﻤﻄﻬﺮ .
Jawaban Syaikh Ibn Baz : “Kami menasehati
saudara-saudara kami semuanya agar berdakwah
menuju jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan
hikmah dan nasehat yang baik dan berdebat dengan
cara yang paling baik. Allah memerintahkan semua
itu kepada seluruh manusia dan juga kepada ahli
bid’ah disaat mereka menampakkan bid’ahnya dan
melakukan pengingkaran atas mereka. Sama saja
apakah mereka dari kalangan Syi’ah atau yang
lainnya, maka bid’ah apa saja yang dilihat oleh
seorang mukmin, maka wajib baginya
mengingkarinya sesuai kemampuan dengan cara-
cara yang syar’i.
Bid’ah adalah apa yang diada-adakan oleh manusia
dalam agama dan mereka menisbahkannya kepada
agama tersebut, padahal bukan darinya. Berdasarkan
sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam :
ﻣﻦ ﺃﺣﺪﺙ ﻓﻲ ﺃﻣﺮﻧﺎ ﻫﺬﺍ ﻣﺎ ﻟﻴﺲ ﻣﻨﻪ ﻓﻬﻮ ﺭﺩ
“Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam
urusan kami – apa-apa yang tidak termasuk
darinya-, maka ia tertolak”.
Dan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam juga
bersabda:
ﻣﻦ ﻋﻤﻞ ﻋﻤﻼ ﻟﻴﺲ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻣﺮﻧﺎ ﻓﻬﻮ ﺭﺩ
“Barangsiapa yang mengamalkan satu amalan –
yang bukan dari kami – maka ia tertolak.”
Diantara permisalan bid’ah tersebut seperti: bid’ah
Rafidhah, bid’ah Mu’tazilah, bid’ah Murji’ah, bid’ah
Khawarij, bid’ah merayakan maulid, bid’ah
membangun di atas kuburan, membangun masjid di
atas kuburan dan yang lainnya.
Maka wajib menasehati mereka dan membimbing
mereka kepada kebaikan dan mengingkari apa yang
mereka ada-adakan dari berbagai bid’ah dengan
dalil-dalil yang syar’i serta mengajari mereka
kebenaran terhadap apa-apa yang mereka jahil
dengannya dengan lemah lembut, cara yang baik dan
dalil-dalil yang jelas. Semoga mereka mau menerima
kebenaran. Amien.
Adapun bersikap loyal kepada kelompok-kelompok
bid’ah, maka wajib hukumnya meninggalkannya dan
hendaklah semuanya bersikap loyal kepada
Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya dan agar mereka
saling bekerjasama di atasnya dengan kejujuran dan
keikhlasan. Maka dengan itu mereka akan menjadi
Hizbullah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan
tentangnya pada akhir surah Al-Mujadilah:
ﺃَﻻ ﺇِﻥَّ ﺣِﺰْﺏَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻤُﻔْﻠِﺤُﻮﻥَ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Hizbullah itu
adalah golongan yang beruntung.”
Setelah Allah menyebut sifat-sifat mereka yang
mulia:
ﻻ ﺗَﺠِﺪُ ﻗَﻮْﻣًﺎ ﻳُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ﻳُﻮَﺍﺩُّﻭﻥَ ﻣَﻦْ ﺣَﺎﺩَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟَﻪُ …
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada
Allah dan hari Akhirat, saling berkasih-sayang
dengan orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak,
atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun
keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang
telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan
menguatkan mereka dengan pertolongan [1462] yang
datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka
ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha
terhadap mereka, dan merekapun merasa puas
terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah
golongan Allah.”
Dan diantara sifat mereka yang agung adalah apa
yang disebutkan Allah Azza wa Jalla dalam surah
Adz-Dzariyat, firman-Nya:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﻤُﺘَّﻘِﻴﻦَ ﻓِﻲ ﺟَﻨَّﺎﺕٍ ﻭَﻋُﻴُﻮﻥٍ ﺁﺧِﺬِﻳﻦَ ﻣَﺎ ﺁﺗَﺎﻫُﻢْ ﺭَﺑُّﻬُﻢْ ﺇِﻧَّﻬُﻢْ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻗَﺒْﻞَ ﺫَﻟِﻚَ
ﻣُﺤْﺴِﻨِﻴﻦَ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻗَﻠِﻴﻠًﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻣَﺎ ﻳَﻬْﺠَﻌُﻮﻥَ ﻭَﺑِﺎﻟْﺄَﺳْﺤَﺎﺭِ ﻫُﻢْ ﻳَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻭﻥَ ﻭَﻓِﻲ
ﺃَﻣْﻮَﺍﻟِﻬِﻢْ ﺣَﻖٌّ ﻟِﻠﺴَّﺎﺋِﻞِ ﻭَﺍﻟْﻤَﺤْﺮُﻭﻡِ
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu
berada dalam taman-taman (Surga) dan mata air-
mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb
mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia
adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia
mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan
selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum
fajar. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk
orang miskin yang meminta dan orang miskin yang
tidak mendapat bagian.” (QS.Adz-Dzariyat:15-19).
Maka ini adalah sifat-sifat Hizbullah, mereka tidak
mungkin memihak kepada selain Kitabullah dan
Sunnah dan mengajak kepadanya dan berjalan di
atas manhaj pendahulu umat ini dari kalangan para
Shahabat –radhiyallahu anhum- dan yang mengikuti
mereka dengan baik. Maka mereka menasehati
seluruh kelompok dan seluruh organisasi dan
mengajak mereka untuk berpegang teguh terhadap
Al-Kitab dan As-Sunnah dan mencocokkan apa yang
mereka perselisihkan kepada keduanya,. Maka apa
yang sesuai dengan keduanya atau salah satunya
maka diterima dan itulah yang benar dan apa yang
menyelisihi keduanya, maka wajib ditinggalkan. Dan
tidak ada perbedaan dalam hal ini antara jama’ah
al-Ikhwanul Muslimun atau Ansharus Sunnah atau
organisasi yang syar’i atau Jama’ah Tabligh atau
selain mereka dari berbagai organisasi dan kelompok
yang menisbahkan dirinya kepada Islam. Dengan itu
maka kalimat dapat disatukan dan sepakat dalam
tujuan, sehingga semua menjadi kelompok yang satu
yang menempuh garis Ahlus Sunnah wal-Jama’ah
yang mereka itu adalah Hizbullah, para penolong
agama-Nya dan yang mengajak kepada jalan-Nya.
Tidak boleh ta’ashshub (fanatik) kepada organisasi
tertentu atau kelompok tertentu, yang menyelisihi
syari’at yang suci.” (dari Fatawa Bin Baaz, jilid:7,
hal:176-178).
Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah tentang
sebagian amalan Ihya At-Turats
Demikian pula Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah
Ta’ala, beliau tidak diberi penjelasan secara detail
tentang organisasi Ihya At-Turats, sehingga beliau
menjawab pertanyaan berdasarkan “manhaj tertulis”
yang disodorkan kepada beliau. Kalau sekiranya
beliau mengetahui bahwa dalam organisasi tersebut
ada “pembai’atan”, tentulah beliau tidak akan
memberi rekomendasi tersebut. Diantara bukti yang
menunjukkan hal tersebut adalah fatwa beliau tatkala
ditanya tentang masalah bai’at. Berikut ini nash
pertanyaannya:
(( ﺍﻟﺴﺆﺍﻝ : ﺑﺎﻟﻨﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﺍﻹﺳﻼﻣﻲ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻧﺠﺪ ﺃﻥ ﻫﻨﺎﻙ ﻛﺜﻴﺮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺎﺕ
ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺪﻋﻮﺍ ﺇﻟﻰ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻭﻛﻞ ﻣﻨﻬﻢ ﻳﻘﻮﻝ : ﺃﻧﺎ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﻬﺞ ﺍﻟﺴﻠﻒ ﻭﻣﻌﻲ ﻋﻠﻰ
ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ,ﻓﻤﺎ ﻣﻮﻗﻔﻨﺎ ﻧﺤﻮ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺎﺕ . ﻭﻣﺎ ﺣﻜﻢ ﺇﻋﻄﺎﺀ ﺍﻟﺒﻴﻌﺔﻷﻣﻴﺮ
ﻣﻦ ﺃﻣﺮﺍﺀ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺎﺕ ؟
“Melihat dunia Islam pada hari ini, kita mendapati
disana banyak dari kalangan jama’ah-jama’ah yang
menyeru kepada Islam. Setiap mereka berkata: “Kami
berada di atas manhaj Salaf dan bersama kami di
atas al-Kitab dan as-Sunnah.” Apa pendirian kita
terhadap jama’ah-jama’ah ini dan apa hukum
memberi bai’at kepada pimpinan dari para pemimpin
jama’ah-jama’ah ini?”
Maka beliau menjawab dengan nash sebagai berikut:
(( ﺍﻟﺤﻜﻢ ﻓﻲ ﻫﺆﻻﺀ ﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺎﺕ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﺪﻋﻲ ﻛﻞ ﻃﺎﺋﻔﺔ ﻣﻨﻬﻢ ﺃﻧﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺤﻖ
ﺳﻬﻞ ﺟﺪﺍ, ﻓﺈﻧﻨﺎ ﻧﺴﺄﻟﻪ ﻣﺎ ﻫﻮ ﺍﻟﺤﻖ ؟ ﺍﻟﺤﻖ ﻣﺎ ﺩﻝ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ
ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ , ﻭﺍﻟﺮﺟﻮﻉ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﻳﺤﺴﻢ ﺍﻟﻨﺰﺍﻉ ﻟﻤﻦ ﻛﺎﻥ ﻣﺆﻣﻨﺎ , ﺃﻣﺎ ﻣﻦ
ﺍﺗﺒﻊ ﻫﻮﺍﻩ ﻓﻼ ﻳﻨﻔﻌﻪ ﻓﻴﻪ ﺷﻴﺊ . ﻗﺎﻝ ﺗﻌﺎﻟﻰ :
}ﻓَﺈِﻥ ﺗَﻨَﺎﺯَﻋْﺘُﻢْ ﻓِﻲ ﺷَﻲْﺀٍ ﻓَﺮُﺩُّﻭﻩُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝِ ﺇِﻥ ﻛُﻨﺘُﻢْ ﺗُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﺑِﺎﻟﻠّﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ
ﺍﻵﺧِﺮِ ﺫَﻟِﻚَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻭَﺃَﺣْﺴَﻦُ ﺗَﺄْﻭِﻳﻼً{
ﻓﺄﻧﺎ ﻗﻠﺖ ﻟﻬﺆﻻﺀ ﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺎﺕ : ﺍﺟﺘﻤﻌﻮﺍ ﻭﻟﻴﻨﺰﻉ ﻣﻨﻜﻢ ﻛﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻫﻮﺍﻩ ﺍﻟﺬﻱ ﻓﻲ
ﻧﻔﺴﻪ, ﻭﻳﻨﻮﻱ ﺍﻟﻨﻴﺔ ﺍﻟﺤﺴﻨﺔ ﺑﺄﻧﻪ ﺳﻴﺄﺧﺬ ﺑﻤﺎ ﺩﻝ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﻣﺒﻨﻴﺎ ﻋﻠﻰ
ﺍﻟﺘﺠﺮﺩ ﻣﻦ ﺍﻟﻬﻮﻯ ﻻ ﻣﺒﻨﻴﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺘﻘﻠﻴﺪ ﺃﻭ ﺍﻟﺘﻌﺼﺐ ﻷﻥ ﻓﻬﻢ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ
ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﻋﻠﻰ ﺣﺴﺐ ﻣﺎ ﻋﻨﺪﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻘﻴﺪﺓ ﻫﺬﺍ ﻻ ﻳﻔﻴﺪﻩ ﺷﻴﺌﺎ ﻷﻧﻪ ﺳﻮﻑ ﻳﺮﺟﻊ
ﺇﻟﻰ ﻋﻘﻴﺪﺗﻪ, ﻭﻟﻬﺬﺍ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻛﻠﻤﺔ ﻃﻴﺒﺔ, ﻗﺎﻟﻮﺍ : ﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﺃﻥ ﻳﺴﺘﺪﻝ
ﺛﻢ ﻳﺒﻨﻲ ﻻ ﺃﻥ ﻳﺒﻨﻲ ﺛﻢ ﻳﺴﺘﺪﻝ ,ﻷﻥ ﺍﻟﺪﻟﻴﻞ ﺃﺻﻞ, ﻭﺍﻟﺤﻜﻢ ﻓﺮﻉ ﻓﻼ ﻳﻤﻜﻦ ﺃﻥ ﻳﻘﻠﺐ
ﺍﻟﻮﺿﻊ ﻭﻳﺠﻌﻞ ﺍﻟﺤﻜﻢ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻮ ﺍﻟﻔﺮﻉ ﺃﺻﻼ ﻭﺍﻷﺻﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻮ ﺍﻟﺪﻟﻴﻞ ﻓﺮﻋﺎ , ﺛﻢ
ﺇﻥ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﺇﺫﺍ ﺍﻋﺘﻘﺪ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﺴﺘﺪﻝ ﻭﻟﻢ ﺗﻜﻦ ﻋﻨﺪﻩ ﻧﻴﺔ ﺣﺴﻨﺔ , ﺻﺎﺭ ﻳﻠﻮﻱ
ﺃﻋﻨﺎﻕ ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﻣﺎ ﻳﻌﺘﻘﺪﻩ ﻫﻮ, ﻭﺣﺼﻞ ﺑﺬﻟﻚ ﺍﻟﺒﻘﺎﺀ ﻋﻠﻰ
ﻫﻮﺍﻩ ﻭﻟﻢ ﻳﺘﺒﻊ ﺍﻟﻬﺪﻯ , ﻓﻨﻘﻮﻝ ﻟﻬﺆﻻﺀ ﺍﻟﻄﻮﺍﺋﻒ ﺍﻟﺘﻲ ﺗﺪﻋﻲ ﻛﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﺎ ﺃﻧﻬﺎ
ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺤﻖ : ﻧﻘﻮﻝ ﺗﻔﻀﻞ, ﺍﻳﺘﻮﺍ ﺑﻨﻴﺔ ﺣﺴﻨﺔ ﻣﺠﺮﺩ ﻋﻦ ﺍﻟﺘﻌﺼﺐ ﻭﺍﻟﻬﻮﻯ ﻭﻫﺬﺍ
ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻫﺬﻩ ﺳﻨﺔ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ,ﻭﻟﻮ ﻻ ﺃﻥ ﻓﻴﻬﻤﺎ ﺣﻞ
ﺍﻟﻨﺰﺍﻉ ﻣﺎ ﺃﺣﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ , ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳﺤﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﺷﻴﺊ ﺇﻻ ﻭﻣﺼﻠﺤﺘﻪ ﻓﻴﻪ ,
ﺭﺩﻭﻩ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﺮﺳﻮﻝ , ﻟﻜﻦ ﺍﻟﺒﻼﺀ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺤﺼﻞ ﻣﻦ ﻋﺪﻡ ﺍﻻﺗﻔﺎﻕ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ
ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﻫﻮ ﺍﻟﺸﺮﻁ ﺍﻟﺬﻱ ﻓﻲ ﺍﻵﻳﺔ }ﺇﻥ ﻛﻨﺘﻢ ﺗﺆﻣﻨﻮﻥ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﻴﻮﻡ ﺍﻵﺧﺮ ﻓﺈﻥ
ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻗﺪ ﻳﺮﺟﻊ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﻟﻜﻦ ﻻ ﺇﻳﻤﺎﻧﺎ ﻟﻜﻦ ﻋﻠﻰ ﻫﻮﻯ ﻭﺗﻌﺼﺐ
ﻻ ﻳﺘﺰﺣﺰﺡ ﻋﻨﻪ ﻓﻬﺬﺍ ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻪ ﻓﺎﺋﺪﺓ, ﻭﻟﻜﻦ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻣﻨﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ
ﺃﻥ ﻳﺴﺘﻌﻴﺬﻭﺍ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻋﻠﻰ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻄﻮﺍﺋﻒ ﻭﺳﻴﺘﺒﻴﻦ ﺍﻟﺤﻖ ﻣﻦ ﺍﻟﺒﺎﻃﻞ ﺑﻞ
ﻗﺪ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ
ﺑَﻞْ ﻧَﻘْﺬِﻑُ ﺑِﺎﻟْﺤَﻖِّ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺒَﺎﻃِﻞِ ﻓَﻴَﺪْﻣَﻐُﻪُ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻫُﻮَ ﺯَﺍﻫِﻖٌ ﻭَﻟَﻜُﻢُ ﺍﻟْﻮَﻳْﻞُ ﻣِﻤَّﺎ ﺗَﺼِﻔُﻮﻥَ
)ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ 18:(
ﺃﻣﺎ ﺑﺎﻟﻨﺴﺒﺔ ﻹﻋﻄﺎﺀ ﺍﻟﺒﻴﻌﺔ ﻟﺮﺟﻞ ﻫﺬﺍ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ,ﻷﻥ ﺍﻟﺒﻴﻌﺔ ﻟﻠﻮﻟﻲ ﺍﻟﻌﺎﻡ ﻋﻠﻰ
ﺍﻟﺒﻠﺪ,ﻭﺇﺫﺍ ﺃﺭﺩﻧﺎ ﺃﻥ ﻧﻘﻮﻝ : ﻛﻞ ﺇﻧﺴﺎﻥ ﻟﻪ ﺑﻴﻌﺔ ﺗﻔﺮﻗﺖ ﺍﻷﻣﻢ , ﺻﺎﺭ ﺍﻟﺒﻠﺪ ﺍﻟﺘﻲ
ﻣﺎﺋﺔ ﺣﻲ ﻣﻦ ﺍﻷﺣﻴﺎﺀ ﻛﻢ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﻴﻪ ﺇﻣﺎﻡ؟ ﻣﺎﺋﺔ ﺇﻣﺎﻡ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻻﻳﺔ ﻫﺬﺍ ﻫﻮ
ﺍﻟﺘﻔﺮﻕ .ﻓﻤﺎ ﺩﺍﻡ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﻠﺪ ﺣﺎﻛﻢ ﺷﺮﻋﻲ ﻓﺈﻧﻪ ﻻﻳﺠﻮﺯ ﺇﻋﻄﺎﺀ ﺍﻟﺒﻴﻌﺔ ﻷﻱ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻦ
ﺍﻟﻨﺎﺱ, ﺃﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ﻻ ﻳﺤﻜﻢ ﺑﻤﺎ ﺃﻧﺰﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﺈﻥ ﻫﺬﺍ ﻟﻪ ﺃﺣﻮﺍﻝ ﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ
ﻫﺬﺍ ﻛﻔﺮﺍ ﻭﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﻇﻠﻤﺎ ﻭﻗﺪ ﻳﻜﻮﻥ ﻓﺴﻘﺎ ﺑﺤﺴﺐ ﻣﺎ ﺗﻘﺘﻀﻴﻪ ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ
ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ ….))
Jawaban As-Syaikh Ibn Utsaimin : “Hukum terhadap
jama’ah-jama’ah yang setiap kelompok dari mereka
mengaku bahwa mereka berada di atas kebenaran
sangat mudah, yaitu kita bertanya kepadanya, apa itu
kebenaran? Kebenaran adalah apa yang ditunjukkan
oleh Al-Kitab dan As-Sunnah. Kembali kepada Al-
Kitab dan As-Sunnah yang menyelesaikan
pertengkaran bagi siapa yang mukmin. Adapun bagi
yang mengikuti hawa nafsunya, maka tidak memberi
manfaat sedikitpun kepadanya. Allah berfirman:
ﻓَﺈِﻥ ﺗَﻨَﺎﺯَﻋْﺘُﻢْ ﻓِﻲ ﺷَﻲْﺀٍ ﻓَﺮُﺩُّﻭﻩُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝِ ﺇِﻥ ﻛُﻨﺘُﻢْ ﺗُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﺑِﺎﻟﻠّﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ
ﺍﻵﺧِﺮِ ﺫَﻟِﻚَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻭَﺃَﺣْﺴَﻦُ ﺗَﺄْﻭِﻳﻼً
“Jika kalian berselisih dalam sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah dan Rasul jika kalian
beriman kepada Allah dan hari Akhir, yang demikian
itu lebih baik dan paling baik akibatnya.”
Maka saya mengatakan kepada jama’ah-jama’ah ini:
“Bersatulah dan hendaklah setiap kalian melepaskan
hawa nafsunya yang bercokol pada dirinya dan
berniat dengan niat yang baik, bahwa dia akan
mengambil apa yang telah ditunjukkan oleh Al-
Qur’an dan As-Sunnah, dibangun di atas kekosongan
dari hawa nafsu, bukan dibangun di atas taqlid atau
ta’ashshub. Sebab seseorang memahami Al-Qur’an
dan As-Sunnah berdasarkan apa yang dia yakini,
maka ini tidak memberi faidah baginya sedikitpun,
sebab bagaimanapun mesti kembali pada
keyakinannya.
Oleh karena itu, para ulama menyebutkan sebuah
kalimat yang baik, yaitu: wajib bagi seseorang untuk
mencari dalil (terlebih dahulu), kemudian
membangun (sebuah hukum). Jangan terbalik,
membangun hukum lalu kemudian mencari dalil,
sebab dalil adalah asal, sedangkan hukum adalah
cabang. Maka tidak merubah keadaan, lalu dijadikan
hukum yang berstatus sebagai cabang menjadi asal,
sementara dalil yang merupakan asal justru menjadi
cabang.
Lalu jika seseorang yakin sebelum dia mencari dalil
dan dia tidak memiliki niat yang baik, maka dia akan
memutar balik nash-nash dari Al-Kitab dan As-
Sunnah menuju kepada apa yang diyakininya,
sehingga dia pun tetap berada di atas hawa nafsunya
dan enggan mengikuti hidayah.
Maka kami katakan kepada kelompok-kelompok
yang setiap mereka mengklaim dirinya di atas
kebenaran : “Silahkan, datanglah dengan niat yang
baik yang kosong dari ta’ashshub dan hawa nafsu,
inilah Kitabullah dan ini adalah Sunnah Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam, jikalau pada keduanya
tidak terdapat solusi dari perselisihan, tentu Allah
Ta’ala tidak akan mengarahkan (untuk kembali)
kepada keduanya. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala
tidak mengarahkan kepada sesuatu melainkan
didalamnya terdapat kemaslahatan, kembalikanlah
kepada Allah Ta’ala dan Rasul.
Akan tetapi musibah yang terjadi yang menyebabkan
tidak sepakatnya mereka di atas Al-Kitab dan As-
Sunnah adalah syarat yang terdapat dalam ayat :
ﺇﻥ ﻛﻨﺘﻢ ﺗﺆﻣﻨﻮﻥ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﻴﻮﻡ ﺍﻵﺧﺮ
“Jika kalian beriman kepada Allah dan hari Akhir”,
sebab sebagian manusia terkadang kembali kepada
Al-Kitab dan As-Sunnah, tetapi bukan karena
keimanan, namun karena hawa nafsu dan ta’ashshub
– yang dia tidak bergeser darinya -. Maka ini tidak
ada faedahnya.
Akan tetapi terhadap siapa yang mereka berada di
atas Al-Kitab dan As-Sunnah agar berlindung diri
kepada Allah Azza wa Jalla dari kelompok-kelompok
ini. Dan akan nampak kebenaran di atas kebatilan.
Bahkan Allah Azza wa Jalla telah berfirman:
ﺑَﻞْ ﻧَﻘْﺬِﻑُ ﺑِﺎﻟْﺤَﻖِّ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺒَﺎﻃِﻞِ ﻓَﻴَﺪْﻣَﻐُﻪُ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻫُﻮَ ﺯَﺍﻫِﻖٌ ﻭَﻟَﻜُﻢُ ﺍﻟْﻮَﻳْﻞُ ﻣِﻤَّﺎ ﺗَﺼِﻔُﻮﻥَ
) ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ 18: )
“Sebenarnya Kami melontarkan yang hak kepada
yang batil, lalu yang hak itu menghancurkannya.
Maka dengan serta-merta yang batil itu lenyap. Dan
kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati
(Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-
Nya).”
Adapun tentang pemberian bai’at kepada seseorang,
maka ini tidak boleh. Sebab bai’at tersebut kepada
penguasa umum terhadap sebuah negeri. Dan jika
kita ingin mengatakan: “Setiap orang harus punya
bai’at, maka terpecah-belahlah umat, lalu jadilah
dalam sebuah negeri ada seratus kampung, ada
berapa pemimpinnya? Seratus imam, seratus
wilayah, maka inilah perpecahan.!” Maka selama di
negeri tersebut ada pemimpin yang syar’i, maka
tidak dibolehkan memberi bai’at kepada seseorang
dari manusia. Adapun apabila pemimpin tersebut
tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah,
maka ini memiliki beberapa keadaan, boleh jadi
menjadi kafir, boleh jadi kefasikan dan boleh jadi
kekufuran…”
(Diambil dari kaset Silsilah Liqo’ al-Bab al-Maftuh,
kaset no:7, side B, demikian pula terdapat pada
kaset no:6, side B)
Beliau juga berkata:
“Tidak terdapat dalam Al-Kitab dan As-Sunnah yang
membolehkan jama’ah-jama’ah dan kelompok-
kelompok. Bahkan yang ada dalam Al-Kitab dan As-
Sunnah adalah celaan terhadap hal tersebut. Allah
Ta’ala berfirman:
ﻓَﺘَﻘَﻄَّﻌُﻮﺍ ﺃَﻣْﺮَﻫُﻢ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﺯُﺑُﺮًﺍ ﻛُﻞُّ ﺣِﺰْﺏٍ ﺑِﻤَﺎ ﻟَﺪَﻳْﻬِﻢْ ﻓَﺮِﺣُﻮﻥَ
“Kemudian mereka (pengikut-pengikut Rasul itu)
menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi
beberapa pecahan. tiap-tiap golongan merasa
bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka
(masing-masing)”. (QS.Al-Mukminun:53)
Tidak diragukan bahwa kelompok-kelompok ini
menafikan apa yang diperintahkan oleh Allah, bahkan
yang dianjurkan oleh Allah adalah firman-Nya:
ﺇِﻥَّ ﻫَﺬِﻩِ ﺃُﻣَّﺘُﻜُﻢْ ﺃُﻣَّﺔً ﻭَﺍﺣِﺪَﺓً ﻭَﺃَﻧَﺎ ﺭَﺑُّﻜُﻢْ ﻓَﺎﻋْﺒُﺪُﻭﻥِ
Sesungguhnya (agama Tauhid) Ini adalah agama
kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah
Tuhanmu, Maka sembahlah Aku. (QS.Al-Anbiya’:92)
(Lihat kitab al-Fatawa al-Muhimmah fi Tabshiir al-
Ummah, kumpulan fatwa yang disusun oleh Jamal
bin Furaihan Al-Haritsi, hal:120)
Jawaban dari rekomendasi Syaikh Abdul Aziz Alusy
Syaikh hafidzhahullah
Rekomendasi yang beliau berikan tidak lebih dari
sekedar pujian terhadap pembagian beberapa kitab
yang dicetaknya dan disebarkan kepada sebagian
penuntut ilmu, sama sekali tidak menyentuh perkara
manhaj dari Ihya Turats. Jikalau sekiranya beliau
juga mengetahui penyimpangan yang dimiliki
organisasi ini, niscaya beliau tidak akan memberikan
rekomendasi untuk mereka. Dan fatwa Al-Lajnah di
atas merupakan salah satu bukti, dimana beliau
termasuk yang turut menandatangani fatwa tersebut.
Jawaban atas rekomendasi Syaikh Shaleh Alusy
Syaikh hafidzhahullah
Apa yang kami sebutkan pada edisi sebelumnya
(edisi yang berjudul: Ihya At-Turats, boneka
Abdurrahman Abdul Khaliq), dari fatwa beliau tentang
fiqhul waqi’ sebenarnya telah membantah salah satu
dari pemikiran organisasi tersebut. Beliau juga
berkata tatkala menjelaskan tentang penisbahan diri
terhadap suatu kabilah, kelompok dan yang
semisalnya. Beliau berkata:
“Bagian kedua : Nama-nama dan panggilan yang
tercela: (lalu beliau berkata):
Termasuk dalam hal ini nama-nama yang diada-
adakan oleh jama’ah-jama’ah Islam dengan
beraneka ragamnya, yang menjadikannya sebagai
nama yang menunjukkan bahwa itu nama
kelompoknya, – yang membedakannya dari kelompok
yang lain-, seperti Hizbut Tahrir misalnya. Seperti
pula kelompok Al-Ikhwanul Muslimun dan seperti
jama’ah-jama’ah lainnya yang nampak di sebuah
negeri dan tidak ada pada negeri yang lain. Maka
penamaan ini adalah penamaan yang diada-adakan
dan tercela. Sebab nama itu sendiri mengandung
ajakan untuk memecah-belah kaum muslimin dan
menolong kelompoknya, dan tidak yang lainnya.”
(Dari kaset berjudul: Syarah Fadhlul Islam,yang
ditranskrip oleh Salim Al-Jazairi)
Kalaulah sekiranya beliau mengetahui bahwa
organisasi ini pun dibangun di atas manhaj Al-
Ikhwanul Muslimun, tentunya beliau pun tidak akan
merekomendasinya.
Jawaban atas rekomendasi Asy-Syaikh Ali bin
Muhammad Nashir Al-Faqihi hafidzhahullah
Sebenarnya mereka Ihya At-Turats menampakkan
beberapa proyek yang dengannya mereka
mendapatkan pujian dan rekomendasi dari para
ulama tersebut, tentunya mereka menyembunyikan
hakekat dari dakwah hizbiyyah dari hadapan ulama.
Karena tujuan mendapatkan rekomendasi adalah
untuk keuntungan dari organisasi itu sendiri,
sehingga leluasa bergerak di dunia. Memang para
ulama tersebut –rahimahumullah- akhirnya memberi
tazkiyah berdasarkan apa yang mereka ketahui dari
sebagian amalannya, yang sekiranya mereka
mengetahui hakekat dari amalan mereka dan
pemikiran sebagian tokoh-tokohnya, niscaya mereka
tidak akan pernah memberi rekomendasi tersebut.
Bagaimana mungkin beliau – para ulama – akan
memberi rekomendasi, jika sekiranya beliau
mengetahui bahwa pemikiran Abdurrahman Abdul
Khaliq masih bercokol pada pemikiran para
tokohnya? Bagaimana mungkin seorang syaikh Salafi
akan merekomendasi mereka, jika ia mengetahui
bahwa pemikiran mereka dibangun di atas manhaj
Al-Ikhwanul muslimun? Berfikirlah – wahai akhi
salafi – dengan hati yang jernih yang selalu
mengedepankan al-haq di atas segala sesuatu.
Jawaban atas rekomendasi Syaikh Abdullah bin
Humaid hafidzhahullah
Bagaimana mungkin pula bagi Syaikh Shalih bin
Abdullah bin Humaid, akan memberikan tazkiyahnya,
jika beliau benar-benar mengetahui hakekat dari
organisasi ini. Yang menunjukkan hal tersebut adalah
tatkala beliau membahas tentang masalah ta’awun/
bekerjasama, beliau menjelaskan diantara sebab
rusaknya ta’awun adalah hizbiyyah, beliau berkata:
ﺍﻟﺒﻌﺪ ﻋﻦ ﺍﻟﺘﻌﺼﺐ ﻭﺍﻟﺤﺰﺑﻴﺔ :
ﻟﻴﺲ ﺃﺿﺮ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺑﻌﺎﻣﺔ ﻭﺍﻟﺘﻌﺎﻭﻥ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺪﻋﺎﺓ ﺑﺨﺎﺻﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﺤﺰﺑﻴﺔ ﺍﻟﻤﻨﻐﻠﻘﺔ
ﻭﺍﻟﻤﺬﻫﺒﻴﺔ ﺍﻟﻀﻴﻘﺔ ، ﺑﻞ ﻻ ﻳﻜﺪﺭ ﺻﻔﻮ ﺍﻷﺧﻮﺓ ﺍﻹﻳﻤﺎﻧﻴﺔ ، ﻭﻻ ﻳﻀﻌﻒ ﺍﻟﺮﺍﺑﻄﺔ
ﺍﻹﺳﻼﻣﻴﺔ ﺃﻋﻈﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﺤﺰﺏ ﺍﻟﻤﻘﻴﺖ ﻭﺍﻟﺘﻌﻨﺼﺮ ﺍﻟﺒﻐﻴﺾ .
Menjauhkan diri dari fanatisme dan hizbiyyah :
Tidak ada yang paling memudharatkan dakwah
secara umum dan saling ta’awun diantara para da’i
secara khusus, kecuali sifat hizbiyyah (fanatik
kelompok), madzhabiyyah (fanatik madzhab) yang
sempit. Bahkan yang demikian itu tidaklah mengotori
kesucian ukhuwwah iman dan tidak pula yang
melemahkan persatuan Islam yang lebih besar
dampaknya, ketimbang pengaruh hizbiyyah yang
terkutuk dan fanatik ras/kesukuan yang dibenci.”
(Dari majalah al-Buhuts al-Islamiyyah,no:51, dari
bulan Rabi’ awal hingga Jumada Ats-Tsaniyah,tahun
1418 H. Dari makalah yang berjudul: at-Ta’awun
baina Ad-Du’ah, hal:221)
Jawaban atas rekomendasi dari Syaikh Bakr Abu
Zaid hafidzhahullah
Adapun tazkiyah beliau tidak ada hubungannya
dengan permasalahan manhaj, namun sebatas pujian
terhadap tulisan/buku dari Maktabah Thalibul Ilmi
yang disebarkan oleh Ihya At-Turats. Namun
kalaulah kita menganggap bahwa beliau mentazkiyah
manhajnya, itu bukan berarti menyebabkan bahwa
perkara ini termasuk perkara ijtihadiyyah yang dapat
ditolerir dan tidak perlu diperingatkan. Sebab beliau
sendiri telah melakukan pembelaannya terhadap
Sayyid Quthb, namun hal tersebut tidak
menyebabkan bahwasanya perselisihan tentang
Sayyid Quthb hanyalah termasuk dalam perkara
ijtihadiyyah – yang tidak boleh ada pengingkaran
padanya – seperti yang disangka oleh kebanyakan
hizbiyyun?
Lalu apa jawaban anda terhadap mereka yang
menganggap bahwa itu termasuk perselisihan dalam
masalah ijtihadiyah? Yang menyatakan tidak boleh
bagi seorang salafi mentahdzir dari seorang quthbi,
ikhwani, sururi?
Adapun kami akan menjawab dengan mengatakan:
bahwa Syaikh Bakr Abu Zaid hafidzhahullah tidak
mengetahui secara hakiki manhaj dan pemikiran
yang dimiliki oleh Sayyid Quthb, sebagaimana yang
beliau akui sendiri. Beliau pernah mengatakan bahwa
kitab “Fi Dzhilal al-Qur’an” yang ia dapatkan sebagai
hadiah tatkala masih duduk di bangku Tsanawiyyah
(setingkat SMU, pen), namun ia tidak bersemangat
untuk membacanya dan hanya diletakkan di rak
bukunya sejak masa itu. (lihat kitab: al-Had al-
Fashil, tulisan Syaikh Rabi’, hal:17)
Jawaban atas rekomendasi Syaikh Abdullah bin
Mani’ hafidzhahullah
Pujian beliau sebatas pameran yang pernah diadakan
oleh Ihya At-Turats, beliau menyebutkan beberapa
kegiatan mereka yang “dinampakkan” oleh mereka.
Adapun kegiatan politik, bai’at, demonstrasi dan
yang semisalnya, tentunya tidak dimasukkan dalam
kegiatan pameran yang mereka adakan tersebut.
Allahul musta’an.
Beliau salah seorang diantara anggota Hai’ah Kibar
al-Ulama’, dalam daurah yang ke-39 yang mereka
adakan di Thaif, di bulan Rabi’ Awal, tahun 1413 H,
termasuk diantara pernyataan mereka adalah sebagai
berikut:
ﻧﺤﺬﺭ ﻣﻦ ﺃﻧﻮﺍﻉ ﺍﻻﺭﺗﺒﺎﻃﺎﺕ : ﺍﻟﻔﻜﺮﻳﺔ ﺍﻟﻤﻨﺤﺮﻓﺔ، ﻭﺍﻻﻟﺘﺰﺍﻡ ﺑﻤﺒﺎﺩﺉ ﺟﻤﺎﻋﺎﺕ
ﻭﺃﺣﺰﺍﺏ ﺃﺟﻨﺒﻴﺔ . ﺍﻷﻣﺔ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺒﻼﺩ ﻳﺠﺐ ﺃﻥ ﺗﻜﻮﻥ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﻣﺘﻤﺴﻜﺔ ﺑﻤﺎ
ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺴﻠﻒ ﺍﻟﺼﺎﻟﺢ، ﻭﺗﺎﺑﻌﻮﻫﻢ، ﻭﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﺋﻤﺔ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻗﺪﻳﻤﺎ ﻭﺣﺪﻳًﺜﺎ ﻣﻦ
ﻟﺰﻭﻡ ﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ ﻭﺍﻟﻤﻨﺎﺻﺤﺔ ﺍﻟﺼﺎﺩﻗﺔ، ﻭﻋﺪﻡ ﺍﺧﺘﻼﻕ ﺍﻟﻌﻴﻮﺏ ﺃﻭ ﺇﺷﺎﻋﺘﻬﺎ .
ﻃﺮﻑ ﻣﻦ ﺑﻴﺎﻥ ﻫﻴﺌﺔ ﻛﺒﺎﺭ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻓﻲ ﺩﻭﺭﺗﻪ ﺍ ﻟﺘﺎﺳﻌﺔ ﻭﺍﻟﺜﻼﺛﻴﻦ ﺑﺎﻟﻄﺎﺋﻒ ﻓﻲ
ﺷﻬﺮ ﺭﺑﻴﻊ ﺍﻷﻭﻝ ﻣﻦ ﻋﺎﻡ ﺛﻼﺛﺔ ﻋﺸﺮ ﻭﺃﺭﺑﻌﻤﺎﺋﺔ ﻭﺃﻟﻒ ﻟﻠﻬﺠﺮﺓ .
“Kami memberi peringatan dari berbagai macam
ikatan pemikiran yang menyimpang dan peringatan
dari berpegang kepada dasar-dasar – berbagai
kelompok dan partai yang asing – (bukan dari
petunjuk Nabi Shallallahu alaihi wasallam dan para
shahabatnya, pen). Umat di negeri ini wajib untuk
berada dalam satu jama’ah, yang berpegang teguh
dengan apa yang telah menjadi pijakan Salafus
Shalih, dan yang mengikuti mereka. Serta di atas apa
yang menjadi pijakan para tokoh Islam dahulu dan
sekarang, dengan komitmen terhadap jama’ah (Ahlus
Sunnah, pen) dan saling menasehati dengan penuh
kejujuran dan tidak membuat berbagai kerusakan
atau menyebarkannya.”
(Lihat kitab: Al-Ajwibah al Mufidah, pada catatan
kaki, hal:237 no:294)
Jawaban atas rekomendasi Syaikh Shalih Al-Fauzan
hafidhahullah
Syaikh Fauzan hafidzhahullah memiliki manhaj yang
sangat jelas. Jawaban beliau terhadap berbagai
pertanyaan seputar manhaj dakwah sangat jelas
bertentangan dengan mauqif Ihya At-Turats beserta
para tokohnya. Kalaulah beliau mengetahui hakekat
manhaj mereka, tentunya rekomendasi tersebut tidak
akan beliau keluarkan.
Salah satu bukti adalah fatwa Lajnah Da’imah
tentang masalah bai’at yang telah kami sebutkan,
dimana beliau termasuk salah satu yang
menandatanganinya. Demikian pula diantaranya
adalah fatwa beliau ketika ditanya :
“Apakah mungkin bersatu bila disertai dengan
hizbiyyah? Lalu apakah manhaj yang wajib bersatu di
atasnya?”, maka beliau menjawab dengan tegas :
“Tidak mungkin bersatu bersama dengan hizbiyyah,
sebab kelompok-kelopok tersebut saling berlawanan
satu sama lain dan menggabungkan antara dua hal
yang berlawanan adalah mustahil. Allah Ta’ala
berfirman :
ﻭَﺍﻋْﺘَﺼِﻤُﻮﺍْ ﺑِﺤَﺒْﻞِ ﺍﻟﻠّﻪِ ﺟَﻤِﻴﻌًﺎ ﻭَﻻَ ﺗَﻔَﺮَّﻗُﻮﺍْ
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali
(agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-
berai.” (QS.Ali Imran:103)
Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang dari
perpecahan dan memerintahkan bersatu di atas satu
kelompok, yaitu kelompok Allah :
ﺃَﻟَﺎ ﺇِﻥَّ ﺣِﺰْﺏَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻤُﻔْﻠِﺤُﻮﻥَ
“Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu
adalah golongan yang beruntung.” (QS.Al-
Mujadilah:22)
dan Allah Ta’ala berfirman:
ﻭَﺇِﻥَّ ﻫَﺬِﻩِ ﺃُﻣَّﺘُﻜُﻢْ ﺃُﻣَّﺔً ﻭَﺍﺣِﺪَﺓً
“dan sesungguhnya umat kalian ini adalah umat
yang satu” (QS.Al-Mu’minun: 52)
Maka berkelompok, berpartai dan membentuk
berbagai jama’ah, sama sekali bukan termasuk dari
Islam. Allah Ta’ala berfirman:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻓَﺮَّﻗُﻮﺍْ ﺩِﻳﻨَﻬُﻢْ ﻭَﻛَﺎﻧُﻮﺍْ ﺷِﻴَﻌًﺎ ﻟَّﺴْﺖَ ﻣِﻨْﻬُﻢْ ﻓِﻲ ﺷَﻲْﺀٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah
agama mereka dan masing-masing mereka memiliki
pengikut, engkau bukan dari mereka sedikitpun”(QS.
Al-An’am:159)
Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam mengabarkan
tentang perpecahan umat menjadi 73 golongan,
beliau mengatakan: “Semuanya dalam Neraka,
kecuali satu golongan”, dan bersabda: “yaitu siapa
yang berada di atas jalanku dan jalan para
shahabatku”. Maka disana tidak ada golongan yang
selamat kecuali yang satu ini, yang manhajnya
adalah berjalan di atas jalan Rasulullah Shallallahu
alaihi wasallam dan para shahabatnya. Adapun
selainnya hanyalah memecah-belah dan tidak
menyatukan (ummat), Allah menyatakan:
ْ ﻭَّﺇِﻥ ﺗَﻮَﻟَّﻮْﺍْ ﻓَﺈِﻧَّﻤَﺎ ﻫُﻢْ ﻓِﻲ ﺷِﻘَﺎﻕٍ
“Dan jika mereka berpaling, maka sesungguhnya
mereka dalam penyelisihan”. (Al-Baqarah:138)
Imam Malik rahimahullah mengatakan:
“Tidak akan baik akhir dari umat ini kecuali
berdasarkan perbaikan yang dilakukan oleh generasi
pertama”.
Dan Allah Ta’ala berfirman:
ﻭَﺍﻟﺴَّﺎﺑِﻘُﻮﻥَ ﺍﻷَﻭَّﻟُﻮﻥَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤُﻬَﺎﺟِﺮِﻳﻦَ ﻭَﺍﻷَﻧﺼَﺎﺭِ ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺍﺗَّﺒَﻌُﻮﻫُﻢ ﺑِﺈِﺣْﺴَﺎﻥٍ ﺭَّﺿِﻲَ ﺍﻟﻠّﻪُ
ﻋَﻨْﻬُﻢْ ﻭَﺭَﺿُﻮﺍْ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺃَﻋَﺪَّ ﻟَﻬُﻢْ ﺟَﻨَّﺎﺕٍ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-
tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan
Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik. Allah ridha kepada mereka dan
merekapun ridha kepada Allah dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga….” (QS.At-
Taubah:100)
Maka tidak boleh bagi kita kecuali dengan bersatu di
atas manhaj Salafus Shaleh.”
(dari kitab: Al-Ajwibah al-Mufidah:212-213).
Semestinya nasehat ini tekah cukup bagi al akh
Firanda dan yang bersamanya untuk segera
bertaubat kepada Allah dan kembali ke jalan sunnah
dan meninggalkan sikap fanatik yang menjerumuskan
ke dalam kesesatan. Semoga ….
(Bersambung, Insya Allah)
(Dikutip dari tulisan Al Ustadz Abu Karimah Askari
bin Jamal Al-Bugisi, judul asli Ulama Ahlus Sunnah
Tidak Merekomendasi Ihya At Turats (1).)
Sumber: http://www.salafy.or.id/salafy.php?
menu=detil&id_artikel=1132

Kunjungi situs kami di www.tunas-tauhid.blogspot.com

Penyimpangan - Penyimpangan ihya atturots season 6

Penulis: Al Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-
Bugisi

Jarh Mufassar Atasnya

 Pada edisi yang lalu, kita telah membahas tentang
keterkaitan yang erat antara Abdurrahman Abdul
Khaliq dengan Ihya At Turats-nya. Nampak dari hari
ke hari semakin banyak penyimpangan demi
penyimpangannya dari manhaj Salafus Shaleh yang
ditempuh oleh para ulama Ahlus Sunnah wal
Jama’ah rahimahumullah Ta’ala. Tentunya itu berarti
akan semakin memperjelas perbedaan antara yang
haq dan yang batil, yang Sunnah dan yang bid’ah.
Maka pada edisi kali ini, kita akan melihat dua
pendapat dari kalangan para ulama – antara yang
memberi rekomendasi terhadap organisasi Ihya At
Turats dan yang memberi peringatan darinya -,
bahkan diantara ulama menuduhnya sebagai
organisasi yang dibangun di atas hizbiyyah dan
fanatisme kelompok. Lalu kita bisa melihat apakah
diantara kedua pendapat tersebut terlihat perbedaan
secara hakiki? Lalu manakah dari kedua pendapat
tersebut yang mendekati kebenaran, kemudian
menjadikannya sebagai pegangan. Dan apakah dalam
permasalahan ini bisa diterapkan kaidah “Al-Jarh al-
Mufassar Muqoddam ‘ala at-Ta’dil” (Cercaan yang
rinci dan dijabarkan lebih didahulukan daripada
pujian).
Para pembaca yang budiman, sebelum kita
memasuki inti pembahasan, penulis hanya sekedar
mengingatkan bagi mereka yang pernah membaca
makalah Al-Akh Abdullah Taslim Al-Buthoni –
semoga Allah memberikan hidayah kepada kita
semua- dalam salah satu makalahnya yang berjudul
“Memahami Kaidah Al Jarhul Mufassar Muqaddamun
Alatta’diil dan Sikap Kita di Tengah Kerasnya
Gelombang Fitnah”, ketika ia ditanya tentang
“Konsep al-Jarh al-Mufassar Muqoddam ala at-
Ta`dil, yang biasa diterapkan sekelompok kaum
dalam konflik beda ijtihad ulama dalam kasus seperti
Ihya Turots ini?”.
Al Akh Abdullah Taslim juga ditanya tentang “Apakah
Syaikh Rabi’ bin Hadi hafidzahullah termasuk deretan
kibarul ulama senior atau paling senior di Saudi”.
Namun sayang sekali, karena pertanyaan tersebut
justru berusaha dibiaskan, dipalingkan ke
permasalahan lain dan tidak mengkerucut dalam
menjawab inti permasalahan. Bahkan yang tampak
dari jawaban tersebut, bahwa sangat terkesan pihak
yang menjarh (mengkritik) organisasi ini tidak
membawa dalil dan hujjah yang kuat, sehingga jarh
para ulama terhadapnya menjadi mentah.
Bahkan dalam jawaban saudara Abdullah nampak
terkesan bahwa Syaikh Rabi’ tidak termasuk ulama
paling senior di Saudi, juga nampak isyarat [1]
bahwa beliau tergolong ke dalam ulama yang
muta’annit/mutasyaddid (terkenal keras dan mudah
mengkritik perawi dengan sebab-sebab yang menurut
para imam lainnya tidak mempengaruhi kedudukan
seorang perawi), tanpa menyebutkan secara rinci
tentang sebab para ulama mencerca dan mentahdzir
dari organisasi ini.
Nah untuk itulah disini akan kami uraikan secara
ringkas cara memahami kaidah tersebut dengan
tepat dan benar, lantas setelah itu menerapkannya ke
dalam permasalahan yang diperselisihkan ini.
Tentang kaidah “Al-jarhu al-mufassar muqoddam
‘alaa at-ta’diil”, maka hukum asalnya bahwa kaidah
ini merupakan kaidah yang telah diamalkan oleh
mayoritas muhadditsin ,terkecuali apabila ada tanda
atau qorinah yang menguatkan pendapat yang men-
ta’dil/memuji. Doktor Abdul Aziz bin Abdul Lathif
dalam kitabnya :”Dhawabit al-Jarh wat-
Ta’dil” (hal:65), mengatakan:
“Jika bertentangan antara cercaan yang dijabarkan
dengan pujian yang berasal dari dua imam atau
lebih, maka madzhab jumhur lebih mendahulukan
cercaan daripada pujian secara mutlak. Sama saja,
apakah yang memuji lebih banyak dari yang
mencerca atau lebih kurang atau jumlahnya sama.
Yang demikian itu disebabkan karena yang mencerca
memiliki tambahan ilmu tentang keadaan perawi
yang tersembunyi yang tidak diketahui oleh yang
memuji. Maka yang mencerca membenarkan ucapan
yang memuji dalam hal keadaannya yang nampak
secara dzhahir dan ia menjelaskan keadaan yang
tersembunyi dari perawi tersebut (yang tidak
diketahui yang memuji).”
Bagi siapa yang ingin melihat pembahasan tentang
masalah ini,silahkan merujuk kitab-kitab berikut:
a. Al-Kifayah fii ‘Ilmi ar-Riwayah bab Al-Qoulu fil
Jarhi wat-Ta’diil idza Ijtama’a, tulisan Al-Khathib
Al-Baghdadi
b. Qowa’id fii ‘Uluum al-Hadits, tulisan Al-Tahawuni
174-197
c. Taudhihul Afkar, jilid 2:133-167
d. ‘Uluum al-Hadits Ibnu As-Shalaah, bersama At-
Taqyiid wal-Iidhaah
e. Al-’Iraqi:119-120 dan lain-lain
Jika hal ini telah jelas,maka kami pun akhirnya
memasuki penjelasan dari masing-masing pendapat
para ulama yang “terlihat” pro-kontra dalam
menyikapi “Organisasi Ihya At-turats” yang berpusat
di Kuwait.
Pendapat yang memuji Ihya At Turats
Para ulama yang memberi rekomendasi terhadap
organisasi ini, sebagaimana yang disebutkan oleh al
akh Firanda dengan menukil dari kitab “Syahâdât
Muhimmah li-Ulamâ al-Ummah” yang disebarkan
oleh organisasi Ihya At Turats sendiri dalam situs
mereka adalah:
1. Syaikh Abdul Aziz bin Bâz
2. Muhammad bin Shâleh Al-Utsaimîn
3. Abdul Aziz bin Abdullah Aalus Syaikh
4. Shâleh bin Abdul Azîz âlus Syaikh
5. Shaleh bin Abdullah bin Humaid
6. Abdullah bin Mani’
7. Shaleh bin Fauzan bin Abdullah aalu Fauzan
8. Abu Bakar Jabir Al-Jazaairi
9. Ali bin Muhammad Nashir Faqihi
10.Bakr bin Abdullah Abu Zaid
11. Muhammad bin Khalifah At-Tamimi
12. Abdullah Ash-Shaleh Al-Utsaimin
13. Doktor Muhammad Al-Maghrawi
14. Muhammad Shafwat Nuruddin dan
15. Abdullah bin Shaleh Al-Ubailan.
Demikian pula yang tidak terdapat dalam kitab
tersebut di atas dari pendapat para masyaikh yang
merekomendasi organisasi ini seperti Syaikh Abdul
Muhsin Al-Abbad, Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-
Abbad dan Ibrahim Ar-Ruhaili, hafidzhahumullah
Ta’ala.
Adapun pujian Syaikh Abdul Aziz bin Baaz
rahimahullah, maka dalam “Syahadat” tersebut
disebutkan 7 buah rekomendasi dari Syaikh
rahimahullah dengan rincian sebagai berikut:
Tazkiyah pertama: Pujian beliau terhadap bangunan
baru milik organisasi ini.
Tazkiyah kedua: Pujian terhadap manhaj organisasi
yang tertulis (manhaj tertulis, red) dan disodorkan
kepada beliau. Dalam manhaj “tertulis” organisasi
tersebut menyimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1-Berdakwah dengan Kitabullah, Sunnah Rasul-Nya,
dengan manhaj Salafus Shalih
2-Berdakwah menuju peribadatan kepada Allah
semata, tiada sekutu bagi-Nya, mengikhlaskan
agama hanya untuk-Nya dan memperbaiki amalan
3-Beramal dalam ber-ta’awun bersama kaum
muslimin di atas kebaikan dan taqwa dan salam
bertatap muka dengan mereka di atas kebaikan dan
berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah
Rasul-Nya Shallallahu alaihi wasallam
4-Menyebarkan kebaikan, keutamaan, keadilandan
perbuatan baik
5-Membantu orang-orang yang membutuhkan, fakir
miskin, menjamin anak-anak yatim dan membantu
orang yang mengalami musibah
6-Membangun masjid, ma’had, pusat-pusat
Islam,yayasan dakwah dan kesehatan
7-Menghidupkan warisan Islam melalui penyebaran
kitab-kitab Salafus shalih
8-Memperingatkan kaum muslimin dari berbagai
bid’ah dan perkara –perkara baru dalam agama
9-Mengarahkan orang-orang yang baik dan hendak
berbuat kebaikan agar meletakkan proyek dan
sumbangan mereka di tempat yang tepat
Demikianlah secara ringkas “Manhaj Dakwah” yang
ditulis oleh rganisasi Ihya At-Turats, lalu
disampaikan kepada para masyaikh, termasuk
kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah di
masa hidup beliau.
Tazkiyah ketiga : Pujian terhadap organisasi ini
berdasarkan berita yang disampaikan kepada beliau
bahwa organisasi Ihya At-Turats bergerak dalam :
mewujudkan keutamaan warisan Islam
mengumpulkan manuskrip dan kitab-kitab Islam
memberi semangat kepada para ulama dan para
peneliti yang melakukan dirasah Islamiyah, lalu
menyebarkan penelitian dan pembahasan mereka
memurnikan warisan Islam dari berbagai bid’ah,
khurafat yang merusak keindahan Islam
nembuat kotak untuk zakat dan mengarahkannya
dengan cara-cara yang disyari’atkan
Tazkiyah ke 4,5 dan ke-6, menjelaskan tentang
pujian beliau terhadap “Maktabah Thalibul Ilmi” milik
Ihya At Turats yang menyebarkan beberapa buku-
buku para ulama yang bermanfaat
Tazkiyah ke-7 : berisi tentang kesediaan beliau
menghadiri acara pembukaan sekretariat organisasi
Ihya At Turats di London dan di berbagai tempat.
Adapun tazkiyah Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-
Utsaimin rahimahullah, terdapat 2 tazkiyah yang
disebutkan sebagai berikut :
Tazkiyah pertama: Pujian beliau terhadap “manhaj
tertulis” yang berjudul “Masiratul Khair” milik
organisasi Ihya At Turats, yang isinya sebagaimana
yang telah tertera disebutkan diatas (lihat tazkiyah
Syaikh Bin Baaz no:2)
Tazkiyah kedua: Pujian beliau terhadap kitab-kitab
thalibul ilmi yang disebarkan oleh Ihya At Turats
Adapun tazkiyah dari Syaikh Abdul Aziz Alusy Syaikh
hafidzhahullah, berisi pujian terhadap maktabah
Thalibul Ilmi yang disebarkan oleh organisasi Ihya At
Turats.
Sementara tazkiyah dari Syaikh Shalih Alus Syaikh
hafidzhahullah, beliau memuji terhadap sebagian
amalan dan kegiatannya, namun beliau tidak merinci
apa sajakah “sebagian amalan dan kegiatan
tersebut”.
Lantas tazkiyah dari Shalih bin Abdullah bin Humaid,
beliau memuji proyek-proyek dan kegiatan dakwah
dan yang bersifat ilmiah.
Tazkiyah dari Syaikh Abdullah bin Mani’, berisi
pujian terhadap pameran yang didalamnya
diperlihatkan berbagai kegiatan organisasi ini dalam
dakwah dan ta’lim-nya.
Serta tazkiyah dari Syaikh Shalih Al-Fauzan
hafidzhahullah, berisi pujian terhadap “manhaj
tertulis” dari organisasi ini.
Adapun tazkiyah dari Syaikh Nashir Al-Faqihi,berisi
pujian terhadap banyak dari proyek perencanaan Ihya
At Turats.
Adapun tazkiyah dari Bakar Abu Zaid, berisi pujian
terhadap maktabah Thalibul Ilmi yang disebarkan
oleh organisasi Ihya At Turats.
Dan masih ada beberapa fatwa lagi yang tercantum
di dalam buku “Syahadah Muhimmah” tersebut, yang
tidak perlu untuk kami cantumkan disini, karena Al-
Akh Firanda juga tidak menyebutkannya. Sehingga
hanya cukup dengan menyebut kalimat : “dan lain-
lain”, karena mungkin pada sebagian masyayikh yang
disebutkan masih menjadi pembicaraan di kalangan
para ulama. [2]
Demikianlah ringkasan dari fatwa para ulama yang
disebutkan mentazkiyah organisasi tersebut.
Nah, sekarang mari kita melihat dengan “mata hati
yang jernih”, jauh dari sifat fanatik buta dan usaha
untuk mencari dalil yang dipaksakan. Tentulah hal ini
perlu dilakukan agar dia segera mengetahui, bahwa
tidak satupun dari fatwa tersebut di atas yang
menyentuh akar permasalahan yang disebutkan oleh
para ulama yang mencerca dan mengkritik organisasi
tersebut. Sementara berbagai kegiatan yang tersebut
di atas merupakan hal yang tidak tersamarkan bagi
para ulama yang mencerca Ihya Turats, mereka
benar-benar mengetahui kegiatan yang “nampak”
dari organisasi tersebut.
Namun sekali lagi, para ulama mencerca Ihya Turats
disebabkan karena mereka mengetahui lebih banyak
hal yang tersembunyi di dalam organisasi tersebut,
yang tidak dinampakkan oleh organisasi ini disaat
mereka menulis tentang manhajnya atau disaat
mendapatkan kunjungan para masyayikh yang
berasal dari luar negeri. Sehingga para ulama yang
mentazkiyah –rahimahumullah- menyangka bahwa
mereka tetap berada di atas manhaj “salafi”.
Cobalah para pembaca kembali memperhatikan
ucapan diatas: “Maka yang mencerca membenarkan
ucapan yang memuji dalam hal keadaannya yang
nampak secara dzhahir dan ia menjelaskan keadaan
yang tersembunyi dari perawi tersebut (yang tidak
diketahui oleh yang memuji).”, lalu perhatikan
seluruh fatwa para ulama yang memuji sebagaimana
yang kami nukilkan tersebut di atas, maka pada
hakikatnya tidak terjadi pertentangan diantara
keduanya, namun yang ada adalah bahwa ulama
tersebut di atas menjawab “sesuai dengan
pertanyaan yang diajukan kepada mereka”. Maka
para ulama kitapun menjawab sesuai kadar
pertanyaan yang diberikan kepada mereka.
Sementara para ulama yang mencela organisasi
tersebut menjelaskan perkara-perkara yang
terselubung yang terjadi didalamnya, yang tidak
diketahui banyak kalangan, termasuk sebagian para
ulama tersebut –rahimahumullah-.
Jika ada yang mengatakan: “Bagaimana mungkin
para ulama tersebut tidak mengetahui keadaan
organisasi tersebut, padahal bukankah ini termasuk
organisasi yang “sangat terkenal kiprahnya dan
diketahui oleh banyak orang”?
Jawabannya adalah silahkan kembali membaca
pembahasan ini di edisi kelima yang berjudul “Ihya
At Turats, boneka Abdurrahman Abdul Khaliq”.
Jika ada yang berkata: “Bukankah Syaikh Bin Baaz
rahimahullah mengetahui keadaan Abdurrahman
Abdul Khaliq, sehingga beliau mengeluarkan fatwa
nasehat terhadapnya, padahal organisasi ini adalah
milik Abdurrahman Abdul Khaliq dan yang
bersamanya ?”
Maka jawabannya adalah: Memang benar Syaikh Bin
Baaz rahimahullah Ta’ala telah menasehati
Abdurrahman Abdul Khaliq, namun yang menjadi
persoalan adalah:
- Apakah Syaikh Bin Baaz mengetahui bahwa
organisasi tersebut milik Abdurrahman Abdul Khaliq
dan orang-orang yang bersamanya dalam
sepemikiran?
- Apakah Syaikh Bin Baaz mengetahui bahwa
ternyata Abdurrahman Abdul Khaliq tidak
mengindahkan nasehat para ulama, termasuk
nasehat beliau?
- Apakah Syaikh Bin Baaz mengetahui bahwa
ternyata organisasi ini banyak dipengaruhi oleh
pemikiran sesat Abdurrahman Abdul Khaliq?
Maka pertanyaan ini harus dijawab dengan bukti
konkrit dan jelas. Bila tidak, maka kembali kepada
hukum asal, bahwa Syaikh Bin Baaz menjawab
sesuai dengan pertanyaan yang disampaikan kepada
beliau. Dan kesalahan terjadi pada mereka yang
bertanya, sebab mereka tidak menjelaskan secara
gamblang dan rinci tentang organisasi ini. Namun
yang disampaikan kepada beliau dan juga kepada
yang lain adalah sisi positifnya saja, tanpa
menjelaskan sisi negatif dari penyimpangan yang
terjadi didalamnya.
Tentunya kita mengetahui bahwa pertanyaan sangat
memberikan pengaruh terhadap sebuah fatwa dan
sebuah fatwa dapat berubah disebabkan karena
perubahan penggambaran (tashawwur) yang
disampaikan kepada seorang alim.Sebagai contoh:
Bila seseorang bertanya: “Ada seseorang meninggal
dan dia memiliki ahli waris : seorang ibu, saudara
laki-laki kandung dan seorang isteri. Berapakah
bagian yang didapatkan seorang isteri?”, tentu
jawabannya adalah: “seperempat dari harta yang
ditinggal.”
Bandingkan dengan pertanyaan berikut: “Ada
seseorang meninggal dan dia memiliki ahli waris :
seorang ibu, saudara laki-laki kandung, seorang
isteri, dan seorang anak laki-laki. Berapakah bagian
yang didapatkan seorang isteri?”, maka dengan ada
tambahan “seorang anak” menyebabkan terjadinya
perubahan fatwa, sehingga seorang isteri
mendapatkan bagian: “Seperdelapan dari harta yang
ditinggal.”
Contoh yang lain, bila seseorang bertanya: “Ada
seorang di kampung saya yang rajin sholat dan
ibadah, berpuasa, membayar zakat, suka bersedekah,
berbakti kepada kedua orang tuanya dan banyak
berbuat kebaikan. Apakah bisa dikatakan bahwa
orang ini jahat?”, lalu bandingkan dengan pertanyaan
berikut:
“Ada seorang di kampung saya yang rajin sholat dan
ibadah, berpuasa, membayar zakat, suka bersedekah,
berbakti kepada kedua orang tuanya dan banyak
berbuat kebaikan.Tetapi dia punya kebiasaan
memukul orang tanpa alasan yang jelas, mengambil
harta orang dengan cara paksa dan menganjurkan
manusia agar berjual beli dengan cara riba. Apakah
bisa dikatakan bahwa orang ini jahat?”, tentunya
dengan adanya tambahan pertanyaan tersebut akan
mengakibatkan terjadinya perubahan fatwa.
Sekali lagi, contoh lain yang mungkin lebih
mendekati inti permasalahan, jika seseorang bertanya
tentang organisasi Ihya At Turats dengan bentuk
pertanyaan sebagai berikut:
“Ada sebuah organisasi yang bernama Ihya At
Turats, yang berpusat di Kuwait, dimana organisasi
ini senantiasa menjadikan sandarannya berupa al-
Qur’an dan As-Sunnah dan mengajak manusia
kepadanya. Dan organisasi ini melakukan berbagai
macam kegiatan di berbagai negara, seperti
mendirikan ma’had, menggali sumur, rumah sakit,
menyebarkan buku-buku Salaf, memperingatkan
kaum muslimin dari berbagai bid’ah, khurafat,
mendirikan pondok tahfidzh Al-Qur’an, membantu
anak-anak yatim dan yang lainnya. Bagaimana
menurutmu, wahai Syaikh yang mulia tentang
organisasi ini?”.
Lalu bandingkan pula jika pertanyaan tersebut
diformat dalam bentuk sebagai berikut:
“Ada sebuah organisasi yang bernama Ihya At
Turats, yang berpusat di Kuwait dimana organisasi
ini senantiasa menjadikan sandaran pijakannya
berupa Al-Qur’an dan As-Sunnah, senantiasa
melakukan berbagai kegiatan di berbagai negara,
seperti mendirikan ma’had, menggali sumur, rumah
sakit, menyebarkan buku-buku Salaf,
memperingatkan kaum muslimin dari berbagai
bid’ah, khurafat, mendirikan pondok tahfidzh Al-
Qur’an, membantu anak-anak yatim dan lain-lain.
Dan disamping itu, kami (maksudnya Ihya At Turats)
juga memiliki kegiatan di bidang politik, seperti turut
serta dalam parlemen dan ikut mendukung
demokrasi, sehingga diantara kami sudah ada yang
berhasil menjadi menteri. Dan di dalam organisasi ini
kami memiliki praktik bai’at, namun kami istilahkan
dengan “ikatan perjanjian/mu’ahadah” dan diantara
anggota kami juga ada yang memiliki pemikiran
takfir, hingga saat ini. Dan kami memiliki seorang
mufti yang senantiasa membimbing kami, mufti kami
tersebut bernama Abdurrahman Abdul Khaliq. Beliau
seorang yang kami kagumi, karena beliaulah yang
senantiasa mengajari kami fiqhul waqi’ dan
menganjurkan kami agar hidup di zaman ini
hendaklah dengan ruh dan jasad, jangan seperti para
masyayikh yang jasadnya hidup di zaman ini, namun
ilmunya hanya bisa diterapkan di zaman yang telah
lampau, karena ulama tersebut tidak mengenal fiqhul
waqi’. Dan beliau membolehkan kami untuk
melakukan sebagian yang haram bila memiliki tujuan
yang baik, dan ia menganggap bahwa demonstrasi
adalah salah satu wasilah yang diajarkan oleh Nabi
Shallallahu alaihi wasallam.Yang jelas, dakwah kami
memang lebih menfokus ke permasalahan politik dan
tidak mementingkan masalah “tashfiyah dan
tarbiyah”. Dan “dakwah salafiyyah” yang kami
sebarkan di berbagai negara telah memberikan
pengaruh, kami berhasil mendirikan cabang
organisasi ini di Yaman dengan nama “organisasi Al-
Hikmah”, dan berhasil memecah-belah murid-murid
Syaikh Muqbil –rahimahullah- di Yaman. Demikian
pula diantara keberhasilan kami, kami juga berhasil
memecah-belah Ahlus Sunnah di Indonesia, dengan
kedatangan Syaikh Abdurrahman Abdul Khaliq ke
sana, dan dilanjutkan dengan kedatangan Syaikh
Syarif Fuadz Hazza’ yang juga memiliki andil dalam
menyebarkan berbagai pemikiran Abdurrahman Abdul
Khaliq di negeri tersebut,…”.
Kira-kira seperti inilah format pertanyaannya,dengan
menjelaskan secara gamblang kegiatan organisasi
tersebut, sehingga dari jawaban mereka kita dapat
melihat, apakah benar perkara ini termasuk masalah
ijtihadiyyah yang diperselisihkan, ataukah
“perselisihan” tersebut disebabkan karena kurangnya
keterangan yang disampaikan kepada para ulama
yang selama ini membela mereka.
Kalau format pertanyaan di atas terlalu panjang dan
bertele-tele, maka silahkan membuat format yang
ringkas yang dapat mewakili beberapa inti
permasalahan yang dipermasalahkan oleh para
ulama yang mentahdzir mereka. Lantas silakan
simak dengan seksama jawaban dari ulama tersebut.
Jawaban umum atas rekomendasi para ulama
tersebut
Secara umum, seorang alim salafi tidaklah ridha
dengan hizbiyyah berikut segala macam bentuk
hizbiyyah yang mengarah kepada berbagai manhaj
hizbiyyah, yang membikin kaum muslimin berpecah-
belah, seperti Al-Ikhwanul Muslimun, Jama’ah
Tabligh, Hizbut Tahrir dan yang semisal mereka. Bila
hal ini telah jelas bagi kita, maka ketahuilah –
semoga Allah memberi penerangan ilmu yang haq
kepada kita semua- bahwa jika mereka mengetahui
hakekat penyimpangan yang ada pada organisasi ini,
yang bermanhaj dengan manhaj al-Ikhwanul
Muslimun, memberi bai’at kepada anggotanya,
walaupun dengan istilah “perjanjian” dan yang
semisalnya, giat dalam kegiatan demokrasi,
membolehkan demonstrasi, membolehkan melakukan
sebagian perkara haram demi mencapai tujuan dan
masih banyak lagi dari sekian banyak mauqif mereka
yang menyimpang dari manhaj Ahlus Sunnah wal-
Jama’ah. (Simak selengkapnya data yang
dikumpulkan oleh Dr. Abu Abdillah Khalid di http://
www.sahab.net/mydata/madani/altrath.zip )
Maka merupakan suatu tindakan yang – maaf –
bodoh dari Al-Akh Firanda dkk, yang berhujjah
dengan “masalah ijtihadiyyah” yang bisa ditolerir,
dengan menutup mata –ataupun berpura-pura
menutup mata- dari sekian banyak penyimpangan
organisasi tersebut [3] serta tidak memperhatikan
bahwa penyebab sebagian ulama yang memberi
pujian pada mereka disebabkan karena kurangnya
keterangan yang sampai kepada beliau sekalian
tentang penyimpangannya, yang jikalau sekiranya
mereka mengetahuinya secara detail sebagaimana
yang telah diketahui oleh ulama yang mentahdzir
mereka, tentunya para ulama Ahlus Sunnah wal-
Jama’ah tersebut berada di atas satu sikap, yaitu
berlepas diri dari dakwah hizbiyyah.
Maka tidak sepantasnya berhujjah dalam perkara ini
dengan “masalah khilafiyyah ijtihadiyyah”, lalu
berusaha menghindar dari pembahasan ilmiah yang
telah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk
menjadikannya sebagai sandaran utama dalam
beragama. Allah Ta’ala berfirman:
ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍْ ﺃَﻃِﻴﻌُﻮﺍْ ﺍﻟﻠّﻪَ ﻭَﺃَﻃِﻴﻌُﻮﺍْ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝَ ﻭَﺃُﻭْﻟِﻲ ﺍﻷَﻣْﺮِ ﻣِﻨﻜُﻢْ ﻓَﺈِﻥ
ﺗَﻨَﺎﺯَﻋْﺘُﻢْ ﻓِﻲ ﺷَﻲْﺀٍ ﻓَﺮُﺩُّﻭﻩُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝِ ﺇِﻥ ﻛُﻨﺘُﻢْ ﺗُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﺑِﺎﻟﻠّﻪِ ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻵﺧِﺮِ
ﺫَﻟِﻚَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻭَﺃَﺣْﺴَﻦُ ﺗَﺄْﻭِﻳﻼً
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu.
Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya. (QS.An-Nisaa:59)
Sebenarnya apa yang telah kami sebutkan dahulu
pada tulisan edisi kedua yang berjudul: “Ihya ut
Turats menyimpang dalam manhaj – Khilaf &
Ijtihadiyah”, telah cukup bagi seorang yang
menginginkan al-haq, bahwa dalam permasalahan ini
tidak sepantasnya berdalil dengan khilafiyyah yang
terjadi di kalangan para ulama, sebab alasan itu
hanya dibuat-buat, tidak bisa dijadikan sebagai
hujjah. Namun apabila Al-Akh Firanda dan yang
bersamanya masih belum puas juga, maka berikut ini
kami tambahkan penukilan dari para ulama Ahlus
Sunnah wal Jama’ah :
- Berkata Ibnu Abdil Barr :
ﺍﻻﺧﺘﻼﻑ ﻟﻴﺲ ﺑﺤﺠﺔ ﻋﻨﺪ ﺃﺣﺪ ﻋﻠﻤﺘﻪ ﻣﻦ ﻓﻘﻬﺎﺀ ﺍﻷﻣﺔ، ﺇﻻ ﻣﻦ ﻻ ﺑﺼﺮ ﻟﻪ، ﻭﻻ
ﻣﻌﺮﻓﺔ ﻋﻨﺪﻩ، ﻭﻻ ﺣﺠﺔ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ
“Perselisihan itu bukan hujjah menurut yang aku
ketahui dari para fuqaha umat ini, kecuali bagi orang
yang tidak memiliki ilmu, dan tidak memiliki
pengetahuan, dan tidak ada hujjah dalam ucapannya.
(Jami’ Bayaan al-Ilmi wa Fadhlihi, Ibnu Abdil Bar,
jilid:2,hal:115.Terbitan Daar Ibnu Al-Jauzi,cetakan ke
tujuh,tahun 1427 H, tahqiq: Abul Asybal)
Al-Khatthabi juga berkata:
ﻭﻟﻴﺲ ﺍﻻﺧﺘﻼﻑ ﺣﺠﺔ، ﻭﺑﻴﺎﻥ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺣﺠﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺨﺘﻠﻔﻴﻦ ﻣﻦ ﺍﻷﻭﻟﻴﻦ ﻭﺍﻵﺧﺮﻳﻦ
“Dan perselisihan itu bukan hujjah dan menjelaskan
Sunnah merupakan hujjah atas yang berselisih baik
di masa lalu maupun di belakang hari”.
(A’laam al-Hadits, Al-Khatthabi:3/2092.Lihat kitab
Zajr al-Mutahawin karya Syaikh Hamd Al-Utsman,
hal:38)
Asy Syathibi rahimahullah juga berkata:
ﻭﻗﺪ ﺯﺍﺩ ﻫﺬﺍ ﺍﻷﻣﺮ ﻋﻠﻰ ﻗﺪﺭ ﺍﻟﻜﻔﺎﻳﺔ، ﺣﺘﻰ ﺻﺎﺭ ﺍﻟﺨﻼﻑ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺎﺋﻞ ﻣﻌﺪﻭﺩﺍً
ﻓﻲ ﺣﺠﺞ ﺍﻹﺑﺎﺣﺔ. ﻭﻭﻗﻊ ﻓﻴﻤﺎ ﺗﻘﺪﻡ ﻭﺗﺄﺧﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﺍﻻﻋﺘﻤﺎﺩ ﻓﻲ ﺟﻮﺍﺯ ﺍﻟﻔﻌﻞ
ﻋﻠﻰ ﻛﻮﻧﻪ ﻣﺨﺘﻠﻔﺎً ﻓﻴﻪ ﺑﻴﻦ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ، ﻻ ﺑﻤﻌﻨﻰ ﻣﺮﺍﻋﺎﺓ ﺍﻟﺨﻼﻑ، ﻓﺈﻥ ﻟﻪ ﻧﻈﺮﺍً
ﺁﺧﺮ، ﺑﻞ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ. ﻓﺮﺑﻤﺎ ﻭﻗﻊ ﺍﻹﻓﺘﺎﺀ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﺑﺎﻟﻤﻨﻊ، ﻓﻴﻘﺎﻝ : ﻟﻢ ﺗﻤﻨﻊ؛
ﻭﺍﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﻣﺨﺘﻠﻒ ﻓﻴﻪ؟! ﻓﻴﺠﻌﻞ ﺍﻟﺨﻼﻑ ﺣﺠﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻮﺍﺯ ﻟﻤﺠﺮﺩ ﻛﻮﻧﻬﺎ ﻣﺨﺘﻠﻔﺎً
ﻓﻴﻬﺎ، ﻻ ﻟﺪﻟﻴﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺻﺤﺔ ﻣﺬﻫﺐ ﺍﻟﺠﻮﺍﺯ، ﻭﻻ ﻟﺘﻘﻠﻴﺪ ﻣﻦ ﻫﻮ ﺃﻭﻟﻰ
ﺑﺎﻟﺘﻘﻠﻴﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺎﺋﻞ ﺑﺎﻟﻤﻨﻊ، ﻭﻫﻮ ﻋﻴﻦ ﺍﻟﺨﻄﺄ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺸﺮﻳﻌﺔ، ﺣﻴﺚ ﺟﻌﻞ ﻣﺎ ﻟﻴﺲ
ﺑﻤﻌﺘﻤﺪ ﻣﻌﺘﻤﺪﺍً، ﻭﻣﺎ ﻟﻴﺲ ﺑﺤﺠﺔ ﺣﺠﺔ
“Dan perkara ini telah melebihi kadar cukup,
sehingga khilaf dalam berbagai permasalahan
dianggap sebagai hujjah untuk menjadikan sesuatu
mubah (boleh). Dan terjadi pada zaman yang lalu
dan yang belakangan adanya orang yang bersandar
atas bolehnya melakukan sesuatu dengan alasan
diperselisihkan di kalangan para ulama, bukan
dengan cara memperhatikan permasalahan khilaf
(untuk menentukan mana yang rajih), sebab ini
memiliki pandangan yang lain, namun cara selain
itu.Bahkan tatkala keluar fatwa dalam satu
permasalahan dengan (hukum) melarang. Maka
dikatakan kepadanya: “Kenapa kamu melarangnya,
padahal permasalahan ini kan termasuk
khilafiyyah?!”, maka diapun menjadikan khilafiyyah
sebagai hujjah akan bolehnya sesuatu hanya karena
perkara tersebut diperselisihkan. Bukan karena dalil
yang menunjukkan kebenaran sebuah pendapat dan
bukan pula karena taqlid terhadap orang yang lebih
utama untuk ditaqlid dibandingkan orang yang
berpendapat melarang, maka ini kesalahan yang
jelas terhadap syari’at, dimana ia menjadikan apa
yang tidak menjadi sandaran sebagai sandaran dan
yang bukan hujjah sebagai hujjah.” (Al-
Muwafaqaat,Asy-Syathibi:4/102 )
Berkata pula Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah:
ﻭﻟﻴﺲ ﻷﺣﺪ ﺃﻥ ﻳﺤﺘﺞ ﺑﻘﻮﻝ ﺃﺣﺪ ﻓﻲ ﻣﺴﺎﺋﻞ ﺍﻟﻨﺰﺍﻉ، ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﺤﺠﺔ : ﺍﻟﻨﺺ،
ﻭﺍﻹﺟﻤﺎﻉ، ﻭﺩﻟﻴﻞ ﻣﺴﺘﻨﺒﻂ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﺗﻘﺮﺭ ﻣﻘﺪﻣﺎﺗﻪ ﺑﺎﻷﺩﻟﺔ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ، ﻻ ﺑﺄﻗﻮﺍﻝ
ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ؛ ﻓﺈﻥ ﺃﻗﻮﺍﻝ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻳﺤﺘﺞ ﻟﻬﺎ ﺑﺎﻷﺩﻟﺔ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ، ﻻ ﻳﺤﺘﺞ ﺑﻬﺎ ﻋﻠﻰ
ﺍﻷﺩﻟﺔ ﺍﻟﺸﺮﻋﻴﺔ
“Dan tidak boleh bagi seseorang berhujjah dengan
ucapan seseorang dalam perkara yang
diperselisihkan, sesungguhnya yang hujjah adalah:
nash, dan ijma’. Dan dalil yang diperoleh dari hasil
(nash tersebut), ditetapkanlah beberapa pendahuluan
dengan dalil-dalil yang syar’i, bukan dengan
perkataan sebagian ulama’, sebab perkataan ulama
membutuhkan dalil-dalil yang syar’i, dan tidak
dijadikan sebagai hujjah membantah dalil-dalil yang
syar’i tersebut.” (Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam,
jilid:26/202)
Bahkan yang diketahui berhujjah dengan masalah
khilafiyyah walaupun dalam perkara yang sudah
sangat jelas kebatilannya adalah seorang zindiq yang
bernama Ahmad bin Yahya bin Ishaq Abul Husain
Ibnu Ar-Rawandi. Di saat menyebutkan masalah
hukum nyanyian, maka dia membantah orang-orang
yang menyelisihinya dengan menyebutkan bahwa
telah terjadi perselisihan di kalangan para ulama
dalam perkara ini. Berkata Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah dalam “Majmu al-Fatawa” (11/570) dan
Al-Albani dalam “Tahrim Aalaat ath-Tharb (164) :
Abu Abdirrahman As-Sulami menukilkan tentang
hukum nyanyian dari Ibnu Ar-Rawandi bahwa dia
berkata: Sesungguhnya para fuqaha berselisih
tentangnya, ada yang membolehkan dan ada pula
yang membencinya, sedangkan saya mewajibkan dan
memerintahkannya.”
Sebagai tambahan faidah, silahkan merujuk ke kitab
yang berjudul: “Zajr al-Mutahawin bi Dharar Qa’idah
al-Ma’dzirah wat Ta’awun”, yang ditulis oleh Syaikh
Hamd bin Ibrahin Al-Utsman, dan telah dimuraja’ah
oleh Syaikh Shalih Al-Fauzan dan direkomendasi
pula oleh Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad,
hafidzhahumullahu Ta’ala.
Sungguh benar apa yang disebutkan oleh salah
seorang Syaikh senior Abdul Muhsin Al-Abbad
hafizdhahullah, ketika beliau mengatakan setelah
menyebutkan kisah dialog yang terjadi antara Abu
Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu anhu dan Umar bin
Al-Khattab radhiallahu anhu, tentang memerangi
orang-orang yang enggan membayar zakat, beliau
berkata:
ﻭﻓﻲ ﺍﻟﻘﺼَّﺔ ﺩﻟﻴﻞٌ ﻋﻠﻰ ﺃﻥَّ ﺍﻟﺴﻨَّﺔَ ﻗﺪ ﺗﺨﻔﻲ ﻋﻠﻰ ﺑﻌﺾ ﺃﻛﺎﺑﺮ ﺍﻟﺼﺤﺎﺑﺔ ﻭﻳﻄَّﻠﻊ
ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺁﺣﺎﺩُﻫﻢ، ﻭﻟﻬﺬﺍ ﻻ ﻳُﻠﺘﻔﺖ ﺇﻟﻰ ﺍﻵﺭﺍﺀ ﻭﻟﻮ ﻗﻮﻳﺖ ﻣﻊ ﻭﺟﻮﺩ ﺳﻨﺔ ﺗﺨﺎﻟﻔﻬﺎ،
ﻭﻻ ﻳﻘﺎﻝ ﻛﻴﻒ ﺧَﻔﻲ ﺫﺍ ﻋﻠﻰ ﻓﻼﻥ
“Dalam kisah ini terdapat dalil bahwa As-Sunnah
terkadang tersamarkan bagi para pembesar dari
kalangan Shahabat dan diketahui oleh beberapa
orang dari mereka. Oleh karenanya, tidaklah
dipandang berbagai pendapat – walaupun kuat –
apabila ada Sunnah yang menyelisihinya, dan tidak
pula dikatakan: “Bagaimana bisa tersamarkan dari si
fulan (??!)”
(Dikutip dari kitab Fathul Qawiy al-Natin fi Syarhil
Arba’in wa Tatimmatil Khamsiin, Syaikh Abdul
Muhsin Al-Abbad, hal : 48)
Catatan Kaki :
1. Saya mengatakan dengan ungkapan “isyarat”,
sebab Ibnu Taslim tidak secara terang-terangan –
atau mungkin juga belum punya keberanian- untuk
mengatakan bahwa Syaikh Rabi’ mutasyaddid
(terkenal keras dan mudah mengkritik dengan sebab-
sebab yang menurut para ulama lainnya tidak
mempengaruhi kedudukan yang dicerca). Namun bagi
siapa yang membaca makalahnya dengan seksama,
maka dia akan mengetahui bahwa sesungguhnya
Syaikh Rabi’–lah yang dituduh dengan mutasyaddid
dalam menjarh, tanpa dalil dan bukti, karena
menyelisihi para ulama yang lainnya. Mengapa anda
tidak menyebutkan alasan dan hujjah Syaikh Rabi’
secara rinci? Mengapa hanya sekedar menuduh
dengan tuduhan mutasyaddid agar jarh beliau ditolak
mentah begitu saja??! Sungguh ini merupakan tipu
daya demi membungkus kebatilan maka
digunakannya bahasa yang bersifat umum dan
seperti dinyatakan dalam kaidah ( ﺍﻷﻟﻔﺎﻅ ﻗﻮﺍﻟﺐ ﺍ ﻟﻤﻌﺎﻧﻲ ),
“dibalik lafadz terdapat makna”.
2. Seperti contoh salah satunya adalah Muhammad
Al-Maghrawi, pendiri sekaligus ketua organisasi
Dakwah kepada al-Qur’an dan as-Sunnah di Maroko.
Dia adalah salah seorang yang tertuduh memiliki
pemikiran takfir, dengan bukti sebagian ceramah-
ceramahnya. Dan para ulama senantiasa
memberikan nasehat kepadanya, diantaranya adalah
Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi hafidzhahullah.
Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin
rahimahullah ditanya tentang ucapan Al-Maghrawi
dalam kitabnya: “Al-Aqidah as-Salafiyyah fi
Masiratiha at-Tarikhiyyah”, ketika Maghrawi berkata:
“Inilah bai’at yang syar’i dari sunnah Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam. Imam Malik
meriwayatkan dari Abdullah bin Dinar bahwa
Abdullah bin Umar berkata: Adalah kami jika
membai’at Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
untuk mendengar dan ta’at (kepada penguasa), maka
Rasulullah shallallahu laaihi wasallam mengatakan
kepada kami: “Sesuai kemampuan kalian”, maka
mendengar dan ta’at untuk Allah dan Rasul-Nya
dalam hukum-hukum-Nya, dan dari orang yang
menyampaikan hukum Allah dan Rasul-Nya, yang
menegakkan syari’at Allah dan yang menegakkan
hukum had dan menyerahkan hak yang dirampas
oleh yang dzhalim untuk dikembalikan kepada yang
didzhalimi, menegakkan keadilan diantara mereka,
menegakkan shalat-shalat bersama mereka,
mengambil zakat dan menegakkan haji bersama
mereka, berjihad bersamanya melawan orang-orang
kafir dan menjaga masyarakatnya sebagaimana ia
menjaga dirinya sendiri, memberi makan kepada
orang miskin dan mengobati orang yang sakit, maka
yang seperti inilah yang diberikan sikap loyal dan
bai’at yang syar’i. Adapun selainnya, maka ia hanya
sekedar mencuri dan tindakan maling yang dilakukan
oleh segolongan para penipu yang menipu akal
manusia.”
Maka Syaikh Ibnu Utsaimin mengomentari ucapan ini
dengan jawaban: “Ini orang emosional, ini orang
emosional, tidak mengerti waqi’. Dia tidak tahu
bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam
memerintahkan kita untuk mendengar dan
ta’at,walaupun dia merampas hak kita, memukul
punggung kita dan mengambil harta. Orang ini tidak
tahu apa yang dialami para Imam yang mulia seperti
Ibnu Hanbal dan yang lainnya dalam menyikapi para
khalifah yang mereka lebih parah dibandingkan apa
yang ada sekarang ini, yang menyiksa manusia agar
mereka berpendapat bahwa Al-Qur’an itu makhluk,
berhati-hatilah! Berhati-hatilah dari orang ini dan
yang semisalnya !” (Dari transkrip kaset beliau, dari
situs http://www.misrsalaf.com/vb/showthread.php?
t=4605 )
3. Untuk lebih mengesankan “sikap netral” al akh
Firanda dan yang bersamanya, terkadang mereka
mengatakan : “Walaupun kami lebih condong kepada
pendapat yang mengatakan untuk tidak bermuamalah
dengan mereka”. Lihatlah suatu sikap yang aneh !
Maka kita katakan : “Lalu untuk apa anda menulis
pembahasan khusus untuk membela mereka dan
yang bermuamalah dengan mereka ?!!, lalu yang
berseberangan dengan mereka tidak boleh
mentahdzirnya dan memperingatkan kaum muslimin
dari bahaya hizbiyyah dan penyimpangannya, karena
hal ini adalah termasuk masalah ijtihadiyyah ?”.
Maka terlihat jelas bahwa ‘lisan hal’ mereka
mengatakan : “Diamlah kalian wahai Ahlus Sunnah,
jangan mentahdzir organisasi tersebut dan yang
bermuamalah dengannya, sebab jika kalian
mentahdzir mereka maka kalian termasuk
hadadiyyah !
(Dikutip dari tulisan Al Ustadz Abu Karimah Askari
bin Jamal Al-Bugisi, judul asli Cercaan Terhadap
Ihya’ at-Turats adalah Jarh Mufassar. URL Sumber
http://www.darussalaf.or.id/index.php?
name=News&file=article&sid=532 )

Kunjungi situs kami www.tunas-tauhid.blogspot.com